Guru Bangsa

Pendidikan Islam
RSS

Total Tayangan Halaman

VII PENDIDIKAN ISLAM MASA PENJAJAHAN, MASA KEBANGKITAN NASIONAL & MASA KEMERDEKAAN

Oleh: Dedy Irawan Maesycoery

PENDAHULUAN
Pada dasarnya manusia sesuai fitrahnya selalu cenderung hidup dalam persambungan sejarah yang tidak akan terputus, walaupun kelihatanya sejarah seakan-akan terpotong-potong antara yang satu dengan yang lainya.
Meneliti sejarah bangsa Indonesia tidak akan lepas dari umat islam, baik dari perjuangan melawan penjajah maupun dalam lapangana pendidikan. Melihat kenyataan betapa bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam mencapai keberhasilan dengan berjuang secara tulus ikhlas mengabdikan diri untuk kepentingan agamanya disamping mengadakan perlawanan militer
Perlu diketahui bahwa sejarah pendidikan islam di Indonesia mencakup fakta-fakta atau kejadian –kejadian yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di Indonesia, baik formal maupun non formal. Yang dikaji melalui pendekatan metode oleh sebab itu pada setiap disiplin ilmu jelas membutuhkan pendekatan metode yang bisa memberikan motivasi dan mengaktualisasikan serta memfungsikan semua kemampuan kejiwaan yang material, naluriah, dengan ditunjang kemampuan jasmaniah, sehingga benar-benar akan mendapatkan apa yang telah diharapkan.

A. PENDIDIKAN ISLAM MASA PENJAJAHAN
1. Masa Penjajahan Belanda
Penaklukan bangsa barat atas dunia timur dimulai dengan jalan perdagangan. Kemudian dengan kekuatan militer. Selama zaman penjajahan barat itu berjalanlah westernisasi indinesia. Kedatangan bangsa barat memang telah membawa kemajuan teknologi tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil penjajahannya, bukan untuk kemakmuran bangsa yang dijajah. Begitu pula di bidang pendidikan. Mereka memperkenalkan sistem dan metode baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka harus mendatangkan tenaga dari barat. Apa yang mereka sebut pembaharuan pendidikan itu adalah dari westernisasi dari kristenisasi yakni untuk kepentingan Barat dan Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajah barat di Indonesia selama kurang lebih 3,5 abad. Ketika terjadi perang antara Rusia dengan Jepang pada tahun 1904-1905 M, raja Jerman mengirim pesan kepada Raja Rusia yang berbunyi:”melawan Jepang adalah panggilan suci untuk melindungi salib dan kebudayaanKristen Eropa”. Itulah gambaran dari motif keagamaan orang Barat terhadap Timur. di samping itu sebagai bangsa penjajah pada umumnya, mereka menganut pikiran Machiavelli yang menyatakan antara lain .
1) Agama sangat diperlukan bagi pemerintah penjajah.
2) Agama tersebut dipakai untuk menjinakkan dan menaklukkan rakyat.
3) Setiap aliran agama yang di anggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan harus di bawa untuk memecah belah dan agar mereka berbuat untuk mencari bantuan kepada pemerintah.
4) Janji dengan rakyat tak perlu ditepati jika merugikan.
5) Tujuan dapat menghalalkan berbagai macam cara.
Pemerintah belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619 M, yaitu ketika Jan Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta, dan dilawan oleh Sultan Agung Mataram yang bergelar Sultan Abdurrahman Khalifatullah Sayyidin Panotogomo. Pada zaman sultan islam ini, hitungan tahun Saka diasimilasikan dengan tahun hijrah dan berlaku di seluruh negara. Nama hari dan bulan di ambil dari Islam. Sedangkan hitungan tahunnyadi ambil dari Jawa. Hal itu menggambarkan adanya usaha mempertemukan unsur kebudayaan Islam dengan kebudayaan Pribumi dalam hal-hal yang tidak merusak akidah dan ibadah.
Setelah Belanda dapat mengatasi pemberontak-pemberontakan dari tokoh-tokoh politik dan agama yaitu pangeran Diponegoro,Imam Bonjol, Tengku Cik Di Tiro, Pangeran Antasari Sultan Hasanuddin dan lain-lain, maka sejarah kolonialisme di Indonesia mengalami fase yang baru, yaitu Belanda secara politik sudah dapat menguasai Indonesia. Raja-raja di daerah masih ada, tetapi tidak dapat berkuasa penuh, baik di segi kewilahannya maupun di bidang ketatanegaraannya. Dengan demikian maka semua kekuasaan baik politik maupun ekonomi dan sosial budaya sudah berada di tangan penjajah. Belanda berkuasa mengatur pendidikan dan kehidupan beragama, sesuai dengan prinsip-prinsip kolonialisme, westernisasi dan kritenisasi.
Sejak dari zaman VOC (Belanda Swasta) kedatangan mereka di Indonesia sudah bermotif ekonomi , politik dan agama. Dalam hak actroi VOC terdapat suatu pasal yang berbunyi sebagai berikut:”Badan ini harus berniaga di Indonesia dan bila perlu boleh berperang, dan harus memperhatikan perbaikan agama kristen dengan mendirikan sekolah” .
Ketika Van Den Boss menjadi Gubernur Jenderal di Jakarta pada tahun 1831, keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlukan sebagai sekolah pemerintah. Departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan dijadikan satu.dan di tiap daerah Keresidenan didirikan satu sekolah agama Kristen.
Gubernur Jendral Van Den Capellen pada tahun 1819 M, mengambil inisiatif merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah Belanda. Dalam surat edarannya kepada para Bupati tersebut sebagai berikut:”dianggap penting untuk secepat mungkin mengadakan peraturan pemerintah yang menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka lebih mudah untuk dapat menaati undang-undang dan hukum negara”.
Jiwa dari surat edaran di atas menggambarkan tujuan didirikannya sekolah dasar pada zaman itu. Pendidikan agama Islam yang ada di pondok pesantren, masjid, musholla, dsb di anggap tidak membantu pemerintah Belanda. Para santri pondok masih di anggap buta huruf latin. Pada salah satu point dalam angket yang ditujukan kepada bupati-bupati berbunyi sebagai berikut:
Apakah tujuan Bupati tidak sepaham dengan kami bahwa pendidikan yang berguna adalah sejenis pendidikan yang sesuai dengan rumah tangga desa.
Jadi jelas,bahwa madrasah pesantren dianggap tidak berguna. Dan tingkat sekolah pribumi adalah rendah sekali sehingga disebut sekolah desa, dan dimaksudkan untuk menandingi madrasah, pesantren atau pengajian yang ada di desa itu.
Politik pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas Islam didasari oleh rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya dan rasa kolonialismenya.
Pada tahun 1882 M, pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang disebut Priesterraden . atas nasehat dari badan inilah maka pada tahun 1905 M,pemerintah mengeluarkan peraturan yang isinya bahwa orang yang memberikan pengajaran ( baca pengajian) harus minta izin lebih dahulu. Pada tahun-tahun itu memang sudah terasa adanya ketakutan dari pemerintah Belanda terhadap kemungkinan kebangkitan pribumi, karena terjadinya peperangan antara Jepang melawan Rusia yang dimenangkan oleh Jepang.
Pada tahun 1925 M pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi terhadap pendidikan Agama Islam yaitu tidak semua orang (Kyai) boleh memberikan pelajaran mengaji. Peraturan itu mungkin disebabkan oleh adanya gerakan organisasi pendidikan Islam yang sudah tampak tumbuh seperti Muhammmadiyah, Partai Syarikat Islam,Al-Irsyad, Nahdhotul Watan dan lain-lain.
Pada tahun 1932 M, keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah yang disebut Ordonansi Sekolah Liar(Wilde SchoolOrdonantie). Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan naisonalisme-islamisme pada tahun 1928 M, berupa sumpah pemuda. Selain daripada itu untuk lingkunngan kehidupan agama kristen di Indonesia yang selalu menghadapi reaksi dari rakyat, dan untuk menjaga dan menghalangi masuknya pelajaran agama di sekolah umum yang kebanyakan muridnya beragama islam, maka pemerintah mengeluarkan peraturan yang disebut netral agama. Yakni bahwa pemerintah bersikap tidak memihak kepada salah satu agama sehingga sekolah pemerintah tidak mengajarkan agama. Dan pemerintah melindungi tempat peribadatan agama ( Indische Regeling pasal 173-174).
Jika kita melihat peraturan-peraturan pemerintah Belanda yang demikian ketatnya dan keras mengenai pengawsan, tekanan dan pemberantasan aktivitas madrasah dan pondok pesantren di Indonesia, maka seolah-olah dalam tempo yang tidak lama, pendidikan Islam akan menjadi lumpuh atau porak poranda. Akan tetapi apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah keadaan yang sebaliknya. Masyarakat Islam di Indonesia pada zaman itu laksana air hujan atau air bah yang sulit di bendung.
Jiwa islam tetap terpelihara dengan baik. Para ulama’ dan kyai bersikap nonkooperative dengan Belanda. Mereka menyingkir dari tempat yang dekat dengan belanda. Mereka mengharamkan kebudayaan yang di bawa oleh Belanda yang berpegang kepada hadits nabi Muhammad SAW yang artinya;”Barang siapa yang menyerupai suatu golongan maka ia termasuk golongan tersebut”.(riwayat abu dawud dan imam hibban). Mereka tetap berpegang kepada Alqur’an surat Al-Maidah ayat 51 yang artinya:” Hai orang-orang yang beriman, janganlh orang Yahudi dan Nasrani engkau angkat sebagai pemimpinmu”.

2. Masa Penjajahan Jepang
Jepang menjajah Indonesia setelah mengusir pemerintah Hindia Belanda dalam perang dunia II. Mereka menguasai Indonesia pada tahun 1942, dengan membawa semboyan : Asia Timur Raya untuk Asia dan semboyan Asia Baru.
Pada babak pertamanya pemerintah Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam, yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan perang dunia II.
Untuk mendekati umat Islam Indonesia mereka menempuh kebijaksanaan antara lain;
1) kantor urusan agama yang pada zaman Belanda disebut: kantoor voor islamistische saken yang di pimpim oleh orang-orang Orientalisten Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Kantor Sumubi yang di pimpin oleh ulama’ Islam sendiri yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dari jombang dan di daerah-daerah di bentuk Sumuka.
2) Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
3) Sekolah negeri di beri pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
4) Di samping itu pemerintah Jepang mengizinkan pembentukan barisan Hisbullah untuk memberikan latihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam. Barisan ini di pimpin oleh K.H. Zainul Arifin.
5) Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang di pimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.
6) Para ulama’ islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis diizinkan membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA). Tokoh-tokoh santri dan pemuda islam ikut dalam latihan kader militer itu,antara lain: Sudirman, Abd.Khaliq Hasyim, Iskandar Sulaiman, Yusuf Anis, Aruji Kartawinata,Kasman Singodimejo, Mulyadi Joyomartono, Wahid Wahab,sarbini Saiful Islam dan lain-lain. Tentara Pembela Tanah Air inilah yang menjadi inti dari TNI sekarang.
7) Umat islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang di sebut: Majelis Islam A’ala Indonesia(MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.
Maksud dari pemerintah Jepang adalah supaya kekuatan Umat Islam dan Nasionalis dapat dibina untuk kepentingan perang Asia Timur Raya yang di pimpin oleh Jepang.
Perang dunia II menghebat dan tekanan pihak sekutu kepada Jepang makin berat. Beberapa tahun menjelang berakhirnya perang itu tampak semakin jelas betapa beratnya Jepang menghadapi musuh dari luar dan oposisi dari rakyat Indonesia sendiri. Dan dari segi militer dan sosial politik di Indonesia Jepang menampakkan diri sebagai penjajah yang sewenang-wenang dan lebih kasar daripada penjajah Belanda. Kekayaan bumi Indonesia di kumpulkan secara paksa untuk membiayai Perang Asia Timur Raya, sehingga rakyat menderita kelaparan dan hampir telanjang karena kekurangan pakaian. Di samping itu rakyat di kerahkan kerja keras(romusha) untuk kepentingan perang.
Jepang membentuk badan-badan pertahanan rakyat seperti Haihoo, Peta, Keibodan, Seinan dan lain sebagainya.sehingga penderitaan rakyat lahir dan batin makin tak tertahankan lagi. Maka timbullah pemberontakan-pemberontakan baik dari golongan peta di Blitar jawa timur dan lain-lain maupun oposisi dari para alim ulama’. Banyak Kyai yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Jepang.
Dunia pendidikan secara umum terbengkalai, karena murid-murid sekolah tiap hari hanya di suruh gerak badan, baris berbaris, bekerja bakti(Romusha),ect. Yang masih agak beruntung itu adalah madrasah-madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren yang bebas dari pengawasan langsung pemerintah Jepang. Pendidikan dlam pondok pesantren masih dapat berlanan dengan agak wajar.



B. Pendidikan Islam pada Masa Kebangkitan Nasional
Di tengah gempita peringatan satu abad Kebangkitan Nasional, mengemuka gugatan terhadap peran dan posisi Boedi Oetomo. Sebagian menilai, kelahiran organisasi Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 lalu sesungguhnya amat tidak patut diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional, karena organisasi ini mendukung penjajahan Belanda, sama sekali tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka, a-nasionalis, anti agama, dan bahkan sejumlah tokohnya merupakan anggota Freemasonry Belanda (Vritmejselareen). Lebih jauh mereka menilai, dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam. Sarekat Islam (SI) yang lahir 3 tahun terlebih dahulu dari Boedi Oetomo (BO), yakni pada tahun 1905, yang jelas-jelas bersifat nasionalis, menentang penjajah Belanda, dan mencita-citakan Indonesia merdeka, lebih tepat dijadikan tonggak kebangkitan nasional. Karena itu, sejarah kebangkitan nasional yang selama ini mendasarkan pada peran Boedi Oetomo harus dipertanyakan kembali.
Sebuah tesis sejarah yang ditulis Savitri Scherer di Universitas Cornell, Amerika Serikat pada tahun 1975 yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia tahun 1985, menggambarkan bahwa Boedi Oetomo pada intinya merupakan gerakan sosial yang mengartikulasikan kepentingan kelompok priyayi non-birokrat yang bersifat lokal. Ini karena adanya disharmoni antara priyayi ningrat (priyayi birokrat) dengan priyayi profesional, khususnya para dokter Jawa.
Atas hal itu, kemunculan Boedi Oetomo sebenarnya lebih didorong oleh keinginan untuk menolong diri sendiri yang berada dalam posisi rendah dibandingkan dengan priyayi birokratis. “Kalau kita tidak menolong diri kita sendiri tidak akan ada orang lain yang menolong kita, dan tolonglah diri kalian sendiri,” demikian Gunawan Mangunkusumo tentang alasan mahasiswa STOVIA mendirikan Boedi Oetomo (Paul W van der veur, ed., Kenang-kenangan Dokter Soetomo, Jakarta: Sinar Harapan, 1984 hlm. 22).
Gambaran di atas menunjukkan bahwa Boedi Oetomo merupakan organisai lokal, dan hanya berjuang untuk kelompok kecil, tidak berskala nasional, sehingga sulit untuk dianggap sebagai perintis kebangkitan nasional.
Sejalan dengan itu, dalam pasal 2 anggaran dasar Boedi Oetomo tertulis “Tujuan organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis”. Jadi, jelas sekali bahwa tujuan Boedi Oetomo bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan (Rizki Ridyasmara, “20 Mei Bukan Hari Kebangkitan Nasional”.
Atas hal demikian, banyak pengamat sejarah yang menolak peran Oetomo sebagai gerakan pelopor kebangkitan nasional. Pelaku dan penulis sejarah, KH Firdaus AN mengungkapkan “…Boedi Oetomo adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, dimana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya.”
Selanjutnya Firdaus AN mengungkapkan, perkumpulan Boedi Oetomo dipimpin oleh para ambtenaar, yakni para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda. Boedi Oetomo pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian dia diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam Yogyakarta yang digaji oleh Belanda dan sangat setia dan patuh pada induk semangnya.
Selain itu, Firdaus AN memaparkan bahwa dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan di dalam penyusunan anggaran dasar organisasi, Boedi Oetomo menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia.
Karena itu, lanjut Firdaus, Boedi Oetomo tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekaan, karena mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia, dan Boedi Oetomo tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan, karena telah bubar pada tahun 1935.
Mengenai hubungan Boedi Oetomo dengan Islam, KH Firdaus AN mengungapkan adanya indikasi kebencian terhadap Islam di kalangan tokoh-tokoh Boedi Oetomo. Noto Soeroto, salah seorang tokoh Boedi Oetomo, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereninging berkata, “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya…sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan.”
Sebuah artikel di Suara Umum, sebuah media massa milik Boedi Oetomo di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah Al-Lisan terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah”, “Buanglah ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” (Al-Lisan nomor 24, 1938).
Bukan itu saja, di belakang kelompok Boedi Oetomo pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama Boedi Oetomo yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895. Sekretaris Boedi Oetomo (1916), Boedihardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boedihardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962 (Dr. Th. Stevens).
Berbeda dengan Boedi Oetomo, Sarekat Islam lebih menasional. Keanggotaan Sarekat Islam terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Sebab itu, susunan para pengurusnya pun terdiri dari berbagai macam suku. Haji Samanhudi dan HOS Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumater Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku. Sifat menasional Sarekat Islam juga tampak dari penyebarannya yang menyentuh hingga kepelosok-pelosok desa. Tahun 1916, tercatat 181 cabang SI di seluruh Indonesia dengan tak kurang dari 700.000 orang tercatat sebagai anggotanya. Tahun 1919 melonjak drastis hingga mencapai 2 juta orang. Sebuah angka yang fantastis kala itu. Sebaliknya, Boedi Oetomo pada masa keemasannya saja hanya beranggotan tak lebih dari 10.000 orang.
Adanya faktor Islam inilah yang membuat Sarekat Islam lebih progresif, tidak terbatas pada kelompok tertentu, dan menginginkan adanya kemajuan bagi seluruh rakyat. Salah satu misi pembentukan Sarekat Islam, seperti dirumuskan oleh Tirtoadisuryo ialah, “Tiap-tiap orang mengetahuilah bahwa masa yang sekarang ini dianggap zaman kemajuan. Haruslah sekarang kita berhaluan: janganlah hendaknya mencari kemajuan itu cuma dengan suara saja. Bagi kita kaum muslimin adalah dipikulkan wajib juga akan turut mencapai tujuan itu, dan oleh karena itu, maka telah kita tetapkanlah mendirikan perhimpunan Sarekat Islam.” (Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3JS, 1982. Hal 116).
Berdasarkan alasan tersebut, tampak adanya sikap kepeloporan perubahan dan perbaikan bagi seluruh warga negara yang lebih merakyat yang didorong atas keyakinan Islam. Cakupan kegiatan Sarekat Islam yang meliputi seluruh rakyat Indonesia juga tampak dalam tujuan organisasi tersebut yang termaktub dalam anggaran dasarnya.
Organisasi ini berkembang dengan cepat di daerah-daerah lain di Jawa, bahkan organisasi ini menyebar juga ke luar Jawa, seperti di Sumatera Selatan.
Jelas tampak adanya perbedaan mendasar antara Boedi Oetomo yang hanya berjuang untuk kelompok kecil priyayi di Jawa dengan Sarekat Islam yang berjuang untuk seluruh rakyat. Dengan menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan, tampak pula bahwa SI sesungguhnya merupakan pelopor yang sebenarnya dari sebuah kebangkitan yang bersifat nasional.
Namun, ketika pertama kali dilakukan peringatan hari Kebangkitan Nasional pada tahun 1948, peringatan itu mengambil momentum kelahiran Boedi Oetomo yang dianggap sebagai pelopor kebangkitan nasional sehingga peringatan Kebangkitan Nasional selalu jatuh pada tanggal 20 Mei. Ini jelas sekali merupakan suatu usaha menghilangkan spirit Islam dari perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia, juga menghilangkan identitas Islam sebagai bagian terintegrasi dari bangsa Indonesia.

C. Pendidikan Islam pada Masa Kemerdekaan
Pendidikan Islam pada masa kemerdekaan dapat kita bagi menjadi beberapa periode:
1) Pendidikan islam pada masa orde Lama
2) Pendidikan islam pada masa orde baru
3) Pendidikan islam pada masa reformasi
D. Sejarah Pendidikan Islam Masa Orde Lama (Zaman Kemerdekaan)
Setelah Indonesia merdeka, penyelesaian pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa :
Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang tidak berurat akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.
Kenyataan yang demikian timbul karena kesadaran umat Islam yang dalam, setelah sekian lama mereka terpuruk dibawah kekuasaan penjajah. Sebab pada zaman penjajahan Belanda, pintu masuk pendidikan modern bagi umat Islam terbuka secara sangat sempit. Dalam hal ini minimal ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yaitu :
1. Sikap dan kebijaksanaan pemerintah kolonial yang amat diskriminatif terhadap kaum muslimin.
2. Politik non kooperatif para ulama terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah salah satu bentuk penyelewengan agama. Mereka berpegang kepada salah satu hadits Nabi Muhammad saw yang artinya : “Barangsiapa menyerupai suatu golongan, maka ia termasuk ke dalam golongan itu”. Hadits tersebut melandasi sikap para ulama pada waktu itu.
Itulah di antara beberapa faktor yang menyebabkan mengapa kaum muslimin Indonesia amat kececer dalam sesi intetelektualitas ketimbang golongan lain.
Sementara itu bila membicarakan organisasi Islam dan kegiatannya dibidang pendidikan. Sudah tentu tidak bisa terlepas dari membicarakan bentuk, sistem dan cita-cita bangsa Indonesia yang baru merdeka. Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan yang sekian lama, terutama melalui berbagai organisasi pergerakan, baik sosial, agama maupun politik, senantiasa mendapat dukungan dari pemerintah. Pemerintah sadar bahwa sesungguhnya kekuatan negara terletak pada kesatuan dan persatuan bagi organisasi dan golongan, yang kesemuanya merupakan modal dasar dan kekayaan bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam pembangunan.
Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, maka sejarah kebijakan pendidikan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan Islam. Oleh karena itulah perjalanan sejarah pendidikan Islam sejak Indonesia merdeka sampai tahun 1965 yang lebih dikenal dengan masa orde lama akan berbeda dengan tahun 1965 sampai sekarang yang lebih dikenal dengan orde baru.
Tindakan pertama yang diambil oleh pemerintah Indonesia, ia menyesuaikan pendidikan dengan tuntunan dan aspirasi rakyat sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 yang berbunyi :
1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
2. Pemerintah mengusahakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Oleh sebab itu, pembatasan pemberian pendidikan disebabkan perbedaan agama, sosial, ekonomi dan golongan yang ada di masyarakat tidak dikenal lagi. Dengan demikian, setiap anak Indonesia dapat memilih kemana dia akan belajar, sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.

E. Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Sejak ditumpasnya peristiwa G30 S/PKI pada tanggal 30 Oktober 1965, bangsa Indonesia telah memasuki fase baru yang dinamakan Orde Baru.
Orde baru adalah :
1. Sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap Pancasila dari UUD 1945.
2. Memperjuangkan adanya masyarakat yang adil dan makmur, baik material dan spiritual melalui pembangunan.
3. Sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dengan demikian, orde baru bukan merupakan golongan tertentu, sebab orde baru bukan berupa penyelewengan fisik. Perubahan orde lama (sebelum 30 September 1965) ke orde baru berlangsung melalui kerja sama erat antara pihak ABRI atau tentara dan gerakan-gerakan pemuda yang disebut angkatan 1966. Para pemuda itu bergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Dalam KAMI yang memegang peranan penting khususnya adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang amat kuat serta mempunyai hubungan yang tidak resmi dan organisasi Islam lainnya. Pada tahun 1966, mahasiswa memulai melakukan demonstrasi memprotes segala macam penyalahgunaan kekuasaan, harga yang meningkat dan korupsi yang merajalela. Protes itu berkembang dan berhulu protes terhadap Soekarno. Akhirnya pada tahun itu juga Soekarno didesak untuk menandatangani surat yang memerintahkan Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan guna keselamatan dan stabilitas negara serta pemerintah.
Dalam Pasal 4 TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966 tersebut selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan, di mana untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah :
1. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama.
2. Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan
3. Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh sebuah rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 tersebut, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh, yang mengandung terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan landasan demikian, sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara swasta, menyeluruh dan terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat, dan berlaku di seluruh wilayah negara, menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur. Jenjang dan jenis pendidikan, dan terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.

F. Sistem Pendidikan Pada masa Orde Lama dan Baru
Di tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah Indonesia tetap membina pendidikan agama. Pembinaan agama tersebut secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.
Maka sejak itulah terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum. Keadaan seperti ini sempat dipertentangkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan adanya pendidikan agama, terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan pendidikan agama khususnya Islam, terpisah dari pendidikan.
Pendidikan agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :
1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Dalam hubungan ini kementrian agama juga telah merencanakan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut :
1. Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2. Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3. Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
4. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
5. Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.
6. Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.

KESIMPULAN
Kedatangan bangsa barat telah membawa kemajuan teknologi bukan untuk memakmurkan bangsa yang dijajah begitu pula di bidang pendidikan, penjajah hanya mementinhkan kepentingan mereka dengan membayar upah yang murah.
Penjajah barat pada umumnya menganut pikiran Marchiavelli yang menyatakan diantara salah satunya agama sangat di perlukan bagi pemerintah penjajah dan juga di pakai untuk menjinakkandan menaklukan rakyat
. Pemerintah belanda mulai menjajah tahun 1619 M. Ketika Jon Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta yang di lawan oleh sultan Agung Mataram. Hal itu menggambarkan adanya usaha unsure kebudayaan islam dengan kebudayaan pribumi dalam hal-hal yang tidak merusak akidah dan ibadah. Sejak zaman VOC , kedatangan belanda di Indonesia sudah bermotif ekonomi, politik dan agama. Ketika Van Den Boss menjadi Gubernur di Jakarta 1831, mengeluarkan kebijakan bahwa sekolah-sekolah gereja di anggap dan diperlukan sebagai sekolah pemerintah.
Pada tahun 1882 M, pemerintah belanda membentuk satu badan khusu yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan islam, oleh sebab itu pada 1932 M keluar peraturan yang memberantas dan menatap madrasah dan sekolah yang tidak diizinkan atau memberikan ajaran yang tidak disukai oleh pemerintah belanda. Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan nasionalisme-islamisme, melihat peraturan-peraturan belanda yang demikian ketatnya maka seolah-olah dalam yang tidak lama, pendidikan islam akan menjadi lumpuh atau porak poranda. Karena adanya para Ulama’ dan kiai yang bersikap nonkooperative dengan belanda maka jiwa islam tetap terpelihara dengan baik. Begitu juga pada masa penjajahan Jepang yang pada akhirnya Bahwa tujuan pendidikan islam yang pertama adalah menanamkan rasa keislaman yang benar guna kepentingan dunia dan Akhirat, dan yang kedua membelah bangsa dan tanah air untuk memdapatkan kemerdekaan bangsa itu sendiri ataupun kemerdekaan secara manusiawi.

REFERENSI
Nizar,Samsul. 2008, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Zuhairi, 1994, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara.
Yatim,Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
www.google.com
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam islam. 1991. Jakarta: bulan bintang
Yunus, Mahmud. Sejarah pendidikan Islam di Indonesi. 1985. Jakarta: Hida Karaya Agung
Zuharini. Sejarah Pendidikan Islam. 1997. Jakarta: Bulan Bintang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

SURABAYA

2009

TRISMA'S 2008

TRISMA'S 2008
Soeve Yoed, Ibnoe Mz

Pengikut

Ibnoe Maesycoery13. Diberdayakan oleh Blogger.