Guru Bangsa

Pendidikan Islam
RSS

Total Tayangan Halaman

Fiqh; Pengertian dan Hukum Nikah

NIKAH
Oleh: Dedy Irawan
A. Pengertian Nikah
Kata نكاح (nikah) berasal dari bahasa Arab نكح-ينكح-نكاح ونكحا yang secara etimologi berarti:التزوج (menikah);الإختتلاط (bercampur); dalam bahasa Arab, lafadh "nikah" bermaknaالعقد (berakad),الوطء (bersetubuh, senggama) dan الإستمتاع (bersenang-senang).
Al-Qur’an menggunakan kata "nikah" yang mempunyai makna "perkawinan", disamping -secara majazi (metaphoric)- diartikan dengan "hubungan seks". Selain itu juga menggunakan kata زوّج dari asal kata الززّج , yang berarti "pasangan" untuk makna nikah. Ini karena pernikahan menjadikan seseorang memiliki pasangan. Secara lugawi, nikah berarti bersenggama atau bercampur, Dalam pengertian majazi, nikah disebutkan untuk arti akad, karena akad merupakan landasan bolehnya melakukan persetubuhan.
Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan.
Pada pasal 2 Kompilasi Hukum Islam disebutkan :
"Perkawinan menurut hukum Islam adalah perkawinan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah".
Dengan akad nikah suami memiliki hak untuk memiliki. Namun hak milik itu hanya bersifat Milk Al-Intifa’ (hak milik untuk menggunakan), bukan Milk Al-Muqarabah (hak milik yang bisa dipindah tangankan seperti kepemilikan benda) dan bukan pula milk al-manfa’ah (kepemilikan manfaat yang bisa dipindahkan).
Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan para ahli Fiqh, namun pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang berarti kecuali pada redaksinya (phraseologie) saja. Dalam pengertian lain, secara etimologi pengertian nikah adalah:
1. Menurut ulama Hanafiyah, nikah adalah:
النكاح عقد يفيد ملك المتعة قصدا .

Nikah adalah akad yang disengaja dengan tujuan mendapatkan kesenangan
2. Menurut ulama asy-Syafi‘iyah, nikah adalah:
النكاح عقد يتضمن ملك وطء بلفظ إنكاح أوتزوّج أو معناهما
Nikah adalah akad yang mengandung maksud untuk memiliki kesenangan (wathi’) disertai lafadz nikah, kawin atau yang semakna.
3. Menurut ulamaMalikiyah, nikah adalah:
النكاح عقد على مجرد متعة التلذذبأدمية
.
Nikah adalah akad yang semata-mata untuk mendapatkan kesenangan dengan sesama manusia.
4. Menurut ulama Hanabilah, nikah adalah:
النكاح عقد بلفظ إنكاح أوتزوّج على منفعة الا ستمتاع

Nikah adalah akad dengan lafadz nikah atau kawin untuk mendapatkan manfaat bersenang-senang.
Dari beberapa pengertian di atas, yang tampak adalah kebolehan hukum antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk melakukan pergaulan yang semula dilarang (yakni bersenggama). Dewasa ini, sejalan dengan perkembangan zaman dan tingkat pemikiran manusia, pengertian Nikah (perkawinan) telah memasukkan unsur lain yang berhubungan dengan nikah maupun yang timbul akibat dari adanya perkawinan tersebut.
Ada juga Beberapa definisi nikah menurut para ahli, sebagai berikut ;
1. Ahmad Azhar Basher
Melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhaan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidupberkeluarga yang diliputi rasa kasih saying dan ketentraman dengan cara yang diridhoi Allah.
2. Mahmud Yunus
Aqad antara calon lelaki istri untuk memenuhi hajad jenisnya menurut yang diatur oleh syari’at
3. Abdullah Siddik
Pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuanyang hidup bersama dan yang tujuannya membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan, serta mencegah perzinaan dan menjaga ketentraman jiwa atau batin
4. Soemiyati
Perjanjian perikatan antara seorang laki-laki dan wanita
5. Zahry Hamid
Menurut syara’ adalah akad antara wali dan mempelai laki-laki dengan ucapan tertentu dan memenuhi rukun dan syaratnya. Menurut istilah adalah suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan untuk hidup berketurunan yang dilangsungkan menurut ketentuan syara’.
Adapun pengertian yang dikemukakan dalam Undang-undang Perkawinan (UU no. 1 tahun 1974), adalah:
“Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Bunyi pasal 1 UU Perkawinan ini dengan jelas menyebutkan tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga bahagia dan kekal yang didasarkan pada ajaran agama. Tujuan yang diungkap pasal ini masih bersifat umum yang perinciannya dikandung pasal-pasal lain berikut penjelasan Undang-undang tersebut dan peraturan pelaksanaannya. Dalam penjelasan ini disebutkan bahwa membentuk keluarga yang bahagia itu erat hubungannya dengan keturunan, yang juga merupakan tujuan perkawinan, di mana pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.
Perkawinan adalah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk tuhan, baik pada manusia, hewan ataupun tumbuh-tumbuhan.
Firman Allah;

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (QS. adz- Zariyat:49)
Firman-Nya pula

“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS. Yaasiin:36)
Nikah atau perkawinan adalah sunnatullah pada hamba-hamba-Nya. Dengan perkawinan Allah menghendaki agar mereka mengemudikan bahtera kehidupan. Sunnatullah ini tidak hanya berlaku pada manusia, tapi juga berlaku pada binatang dan tumbuhan.
Nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki- laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara edua belah pihak, dengan dasar suka rela dan kerodhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan sesuatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang dilputi rasa kasih saying dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah.
B. Dasar dan Hukum Nikah
Perkawinan yang dinyatakan sebagai ketetapan Ilahi (baca:Sunnatullah) merupakan kebutuhan bagi setiap naluri manusia dan dianggap sebagai ikatan yang sangat kokoh. Allah swt dan Rasul-Nya saw telah menjelaskan isyarat perintah melalui kalam-Nya dan sabda Rasul-Nya, di antaranya yaitu:

• Al -Qu r’an
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.( QS. Ar-Ruum 21)
• Al –Hadis
يامعشر الشّباب من استطاع منكم الباءة فليتزوّج فإنّه اغضّ للبصر واحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء. رواه الجماعه
“ hai pemuda-pemuda, barang siapa diantara kamu yang mampu serta berkeinginan hendak menikah, hendaklah dia menikah. Karana sesungguhnya pernikahan itu dapat merundukan pandangan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barang siapa yang tidak mampu menikah, hendaklah dia puasa, karna dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang.” (Riwayat jama’ah ahli Hadits)
Perkawinan merupakan kebutuhan alami manusia. Tingkat kebutuhan dan kemampuan masing-masing individu untuk menegakkan kehidupan berkeluarga berbeda-beda, baik dalam hal kebutuhan biologis (gairah seks) maupun biaya dan bekal yang berupa materi. Dari tingkat kebutuhan yang bermacam-macam ini, para ulama mengklasifikasikan hukum perkawinan dengan beberapa kategori. Ulama’ mazhab asy-Syafi‘i mengatakan bahwa hukum asal menikah adalah boleh (Mubah). Sedangkan menurut kelompok mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali, hukum melaksanakan perkawinan adalah Sunat. Sedangkan menurut Zahiri, hukum asal perkawinan adalah wajib bagi orang muslim satu kali seumur hidup. Lebih dari itu, as-Sayyid Sabiq menyebutkan lima kategori hukum pelaksanaan perkawinan, yaitu:
1) Nikah Wajib yaitu bagi orang yang telah mampu untuk melaksanakannya, nafsunya sudah meledak-ledak serta dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan zina. Karena memelihara jiwa dan menjaganya dari perbuatan haram adalah wajib, sedangkan pemeliharaan jiwa tersebut tidak dapat terlaksana dengan sempurna (baik) kecuali dengan pernikahan.
2) Nikah Mustahabb (sunnah) yaitu bagi orang yang sudah mampu dan nafsunya telah mendesak, tetapi ia masih sanggup mengendalikan dan menahan dirinya dari perbuatan haram (terjerumus ke lembah zina). Dalam kondisi seperti ini, perkawinan adalah solusi yang lebih baik.
3) Nikah Haram yaitu bagi orang yang tahu dan sadar bahwa dirinya tidak mampu memenuhi kewajiban hidup berumah tangga, baik nafkah lahir seperti sandang, pangan dan tempat tinggal, maupun nafkah batin seperti mencampuri istri dan kasih sayang kepadanya, serta nafsunya tidak mendesak.
4) Nikah Makruh yaitu bagi orang yang tidak berkeinginan menggauli istri dan memberi nafkah kepadanya. Sekiranya hal itu tidak menimbulkan bahaya bagi si istri, seperti karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat (seks) yang kuat.
5) Nikah Mubah yaitu bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin dan tidak ada penghalang yang mengharamkan untuk melaksanakan perkawinan.
Terlepas dari pendapat para mujtahid dan ulama di atas, maka berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw, Islam sangat menganjurkan bagi orang yang sudah mampu dan siap, baik secara moril maupun materi agar segera melaksanakan perkawinan.


DAFTAR PUSTAKA

‘Abd ar-Rahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-’Arba‘ah, cet. ke-1 Beirut: Dar al-Fikr, 2002, juz IV
Al-Bukhari, Sahih al-Bukhori, Libanon: Beirut Dar al-Fikr, juz III
Anshori, Umar, Fiqih Wanita, Semarang: CV. Asy-syifa’, 1986
Basyir, Ahmad azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1977
Ghozali, Abdul Rahman, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2008
Junaedi, Dedi, Bimbingan Perkawinan,
Mustafa al-Khin dkk., Al-Fiqh al-Manhaji,juz IV
Mutawally, Abdul Basit, Muhadarah fi al-Fiqh al-Muqaran, Mesir: t.p.,t.t
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah VI, Bandung:Al Ma’arif, 1990
Shamad Abd, Hukum Islam,(Jakarta:kencana prenada media group, 2010)
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, cet. ke- 6 Bandung: Mizan, 1997
Team Redaksi, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2008
Undang-undang Perkawinan Perkawinan 2007, Wipress Wacana Intelektual, 2007

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

SURABAYA

2009

TRISMA'S 2008

TRISMA'S 2008
Soeve Yoed, Ibnoe Mz

Pengikut

Ibnoe Maesycoery13. Diberdayakan oleh Blogger.