Guru Bangsa

Pendidikan Islam
RSS

Total Tayangan Halaman

SIHIR ( Tafsir Ayat)


Oleh;Dedy Irawan Maesycoery
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Sihir adalah sistem konseptual yang merupakan kemampuan manusia untuk mengendalikan alam (termasuk kejadian, obyek, orang dan fenomena fisik) melalui mistik, paranormal, atau supranatural. Dalam banyak kebudayaan, sihir berada dibawah tekanan dari, dan dalam kompetisi dengan ilmu pengetahuan dan agama.
Berdasarkan bahasa Arab, sihir berasal dari kata “سحر” yang berarti sihir/tipu daya. Terminologinya menurut ulama [tauhid] adalah suatu hal/perkara atau kejadian yang luar biasa dalam pandangan orang yang melihatnya.
Sihir dapat dipelajari/diusahakan, seseorang yang mempelajari, mengetahui dan mengerjakan sihir, tentu ia akan dapat melakukan perkara tersebut.
Hakikatnya, sihir tidaklah dapat dikatakan sebagai sesuatu yang luar biasa, oleh sebab dapat dipelajari/diusahakan, hanya saja orang-orang yang melihatnya tidak mengetahui, hingga dapat dikatakan tertipu daya oleh si pelaku sihir itu.

Rumusan Masalah
a.              Apa saja sarana tukang sihir untuk mendekati setan?
b.              Apa yang dimaksud dengan sihir dalam bahasa dan istilah?
c.              Bagaimana kesepakatan antara penyihir dan setan?
d.              Apa saja jenis-jenis sihir?
e.              Bagaimana hukumnya sihir?


BAB II
PEMBAHASAN
A.                 Sihir Menurut Bahasa.
Al-Laits mengatakan, Sihir adalah suatu perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada syaitan dengan bantuannya. Al-Azhari mengemukakan, Sihir adalah perbuatan yang mendekatkan diri kepada setan dengan pertolongannya. Dan ia juga mengemukakan, Dasar pokok sihir adalah memalingkan sesuatu dari hakikat yang sebenarnya kepada yang lainnya. Ibnu Manzur berkata : Seakan-akan tukang sihir memperlihatkan kebathilan dalam wujud kebenaran dan menggambarkan sesuatu tidak seperti hakikat yang sebenarnya. Dengan demikian, dia telah menyihir sesuatu dari hakikat yang sebenarnya atau memalingkannya.[1]
Syamir meriwayatkan dari Ibnu ‘Aisyah, dia mengatakan : Orang Arab menyebut sihir itu dengan kata as-Sihr karena ia menghilangkan kesehatan menjadi sakit.[2]
Ibnu Faris mengemukakan, Sihir berarti menampakkan kebathilan dalam wujud kebenaran.[3] Di dalam kitab Al Mu’jamul Wasiith disebutkan : Sihir adalah sesuatu yang dilakukan secara lembut dan sangat terselubung. Sedangkan didalam kitab Muhiithul Muhiith disebutkan, Sihir adalah tindakan memperlihatkan sesuatu dengan penampilan yang paling bagus, sehingga bisa menipu manusia.

B.                 Sihir Dalam Istilah Syari’at.
Fakhruddin ar-Razi mengemukakan, Menurut istilah Syari’at, sihir hanya khusus berkenaan dengan segala sesuatu yang sebabnya tidak terlihat dan digambarkan tidak seperti hakikat yang sebenarnya, serta berlangsung melalui tipu daya.[8]
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan, Sihir adalah ikatan-ikatan, jampi-jampi, perkataan yang dilontarkan secara lisan maupun tulisan, atau melakukan sesuatu yang mempengaruhi badan, hati atau akal orang yang terkena sihir tanpa berinteraksi langsung dengannya. Sihir ini mempunyai hakikat, diantaranya ada yang bisa mematikan, membuat sakit, membuat seorang suami tidak dapat mencampuri istrinya atau memisahkan pasangan suami istri, atau membuat salah satu pihak membenci lainnya atau membuat kedua belah pihak saling mencintainya.
Ibnul Qayyim mengungkapkan, Sihir adalah gabungan dari berbagai pengaruh ruh-ruh jahat, serta interaksi berbagai kekuatan alam dengannya.

C.                 Beberapa Sarana Tukang Sihir Untuk Mendekati Syaitan.
Diantara tukang sihir itu ada yang menempelkan mushhaf dikedua kakinya, kemudian ia memasuki WC. Ada yang menulis ayat-ayat al-Qur’an dengan kotoran. Ada juga yang menulis ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan darah haid. Juga ada yang menulis ayat-ayat al-Qur’an di kedua telapak kakinya. Ada juga yang menulis Surat al-Faatihah terbalik. Juga ada yang mengerjakan sholat tanpa berwudhu’. Ada yang tetap dalam keadaan junub terus-menerus. Serta ada yang menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada syaitan dengan dengan tidak menyebut nama Allah pada saat menyembelih, lalu membuang sembelihan itu ke suatu tempat yang telah ditentukan syaitan. Dan ada juga yang berbicara dengan binatang-binatang dan bersujud kepadanya. Serta ada juga yang menulis mantra dengan lafazh-lafazh yang mengandung berbagai makna kekufuran.
Dari sini, tampak jelas oleh kita bahwa jin itu tidak akan membantu dan tidak juga mengabdi kepada seorang penyihir kecuali dengan memberikan imbalan. Setiap kali seorang penyihir meningkatkan kekufuran, maka syaitan akan lebih taat kepadanya dan lebih cepat melaksanakan perintahnya. Dan jika tukan sihir tidak sungguh-sungguh melaksanakan berbagai hal yang bersifat kufur yang diperintahkan syaitan, maka syaitan akan menolak mengabdi kepadanya serta menentang perintahnya. Dengan demikian, tukang sihir dan syaitan merupakan teman setia yang bertemu dalam rangka perbuatan kemaksitan kepada Allah.
Jika anda perhatikan wajah tukang sihir, maka dengan jelas anda akan melihat kebenaran apa yang telah saya sampaikan, dimana anda akan mendapatkan gelapnya kekufuran yang memenuhi wajahnya, seakan-akan ia merupakan awan hitam yang pekat.
Jika anda mengenali tukang sihir dari dekat, maka anda akan mendapatkannya hidup dalam kesengsaraan jiwa bersama istri dan anak-anaknya, bahkan dengan dirinya sendri sekalipun. Dia tidak bisa tidur nyenyak dan terus merasa gelisah, bahkan dia akan senantiasa merasa cemas dalam tidur. Selain itu seringkali syaitan-syaitan itu akan menyakiti anak-anaknya atau istrinya serta menimbulkan perpecahan dan perselisihan di antara mereka. Mahabesar Allah Yang Mahaagung yang telah berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Artinya : Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit [Thaahaa : 124]

D.                 Kesepakatan Antara Penyihir dan Syaitan
Seringkali terjadi kesepakatan antara tukang sihir dengan syaitan, bahwa pihak pertama, yaitu tukang sihir, akan mengerjakan beberapa kesyirikan, atau kekufuran yang nyata baik secara terselubung maupun terang-terangan sedangkan pihak syaitan akan melayani tukang sihir atau menundukkan orang yang akan melayani si tukang sihir.
Karena kesepakatan itu seringkali terjadi antara tukang sihir dan syaitan dari para pemuka kabilah jin dan syaitan, sehingga sang pemuka ini akan mengeluarkan perintah kepada anggota kabilah yang paling bodoh untuk melayani si tukang sihir ini serta mentaatinya dalam menjalankan semua perintahnya, yaitu memberitahukan berbagai hal yang telah terjadi atau melakukan upaya memisahkan dua belah pihak atau menyatukan cinta dua orang, atau menghalangi seorang suami agar tidak dapat mencampuri istrinya dan sebagainya.
Selanjutnya si tukang sihir mengerahkan jin ini untuk mengerjakan perbuatan jahat yang dia inginkan. Jika si jin tidak mentaatinya, maka dia akan mendekati pemuka kabilah jin itu dengan menggunakan berbagai macam jimat yang isinya berupa pengagungan pemuka kabilah ini seraya meminta pertolongan kepadanya dengan menyisihkan Allah Ta’ala. Maka, si pemuka jin inipun segera memberikan hukuman kepada jin tersebut dan menyuruhnya agar mentaati si tukang sihir atau dia akan menggantikan dengan jin yang lain untuk melayani tukang sihir yang musyrik itu.
Oleh karena itu kita bisa mendapatkan hubungan antara tukang sihir dengan jin yang ditugaskan untuk melayaninya sebagai hubungan kebencian dan permusuhan. Dan dari sini kita akan dapatkan bahwa jin tersebut seringkali menyakiti istri dan anak-anak tukang sihir itu atau mengganggu harta bendanya atau yang lainnya. Bahkan, terkadang jin itu menyakiti tukang sihir itu sendiri tanpa disadarinya, misalnya pusing yang terus-menerus, gangguan yang sering muncul pada saat tidur, atau kecemasan pada malam hari dan lain sebagainya. Bahkan seringkali tukang sihir yang hina tersebut tidak punya anak, karena jin yang melayaninya telah membunuh janin yang masih ada di dalam rahim sebelum penciptaannya sempurna. Yang demikian itu sudah sangat populer di kalangan para tukang sihir, bahkan sebagian mereka ada yang meninggalkan profesi tukang sihir ini agar mereka bisa mendapatkan keturunan.
Perlu saya ceritakan, saya (Wahid bin Abdissalam Baali) pernah mengobati seorang wanita yang sedang sakit karena tersihir. Pada saat saya bacakan al-Qur’an di dekatnya, maka jin yang di tugaskan tukang sihir itu berbicara melalui lidah wanita tersebut., Aku tidak bisa keluar dari tubuh wanita ini.Mengapa? tanyaku. Dia pun menjawab, Karena aku takut akan dibunuh oleh si tukang sihir. Selanjutnya, aku tanyakan, Pergilah dari tempat ini ke tempat lain yang tidak diketahui oleh si tukang sihir yang menyuruhmu. Dia pasti akan mengirim jin lain untuk mencariku, sahut jin tersebut.
Kemudian kukatakan kepadanya, Jika kamu mau masuk Islam dan mengumumkan taubatmu dengan penuh kejujuran dan tulus ikhlas, maka kami dengan pertolongan Allah akan mengajarimu beberapa ayat al-Qur’an yang dapat menjaga dan melindungimu dari kejahatan jin-jin kafir. Maka dia pun menjawab, Tidak, aku tidak akan pernah masuk Islam, dan aku akan tetap menjadi pemeluk Nasrani Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, tetapi yang paling penting kamu harus keluar dari tubuh wanita ini, pintaku kepadanya. Aku tidak akan keluar dari tubuhnya jawabnya pasti. Kemudian aku katakan, Kalau begitu, dengan pertolongan Allah, sekarang kami bisa membacakan al-Qur’an kepadamu sehingga kamu akan terbakar. Lalu aku memukulnya dengan keras sehingga jin itu menangis. Maka jin itu berkata, Aku akan keluar, aku akan keluar. Selanjutnya, segala puji bagi Allah, Rabb seru sekalian alam, dan segala karunia itu hanya milik-Nya semata, jin itu pun keluar dari tubuhnya.
Sebagaimana diketahui bersama, jika tukang sihir itu semakin kufur dan bertambah jahat, maka jin akan lebih mentaatinya dan akan segera malaksanakan tugas yang diperintahkan kepadanya. Begitu juga sebaliknya
Ath Thabrani meriwayatkan hadits itu melalui jalan lain dari Hasan, dari Jundub sccara marfui' Sihir seperti itu tidak dapat ditangkal dan hanya dapat dijauhkan dengan suatu amalan bermanfaatyang telah diturunkan Allah kepada Rasul-Nya saw., yaitu dengan membaca al-Falaq dan an-Nas. Dalam sebuah hadits dikatakan,
"Orang-orang tidak dapat membuat perlindungan (ta 'awwudz) sekuat perlindungan dengan al-Falaq dan an-Nas. "
Demikian pula, bacaan ayat Kursi dapat mengusir setan.
E.                 MACAM-MACAM SIHIR
a.              Pembagian Sihir Menurut Ar-Razi
Abu Abdillah Ar-Razi mengungkapkan bahwa macam-macam sihir itu ada delapan, yaitu:
1.      Sihir Orang-Orang Kildan Dan Kisydan Yang Mereka Adalah Penyembah Tujuh Bintang. Mereka meyakini bahwa ketujuh bintang itulah yang mengatur dan mengendalikan alam ini. Menurut mereka, bintang-bintang itu yang membawa kebaikan dan keburukan. Itulah orang-orang yang kepada mereka diutus Nabi Ibrahim Alaihis Salam.
2.      Sihir Orang-Orang Yang Suka Berilusi Dan Mempunyai Jiwa Yang Kuat. Mereka berpendapat bahwa wahm (ilusi) itu mempunyai pengaruh, yaitu bahwa manusia dapat berjalan diatas pelepah yang diletakkan diatas permukaan tanah, tetapi dia tidak bisa berjalan diatasnya jika dibentangkan diatas sungai atau semisalnya. Lebih lanjut, Abu Abdillah Ar-Razi mengemukakan bahwa sebagaimana para dokter telah sepakat untuk melarang orang yang suka mimisan (mengeluarkan darah dari hidung) melihat objek yang berwarna merah dan orang yang kesurupan untuk melihat berbagai benda yang mempunyai kilatan sangat kuat untuk yang berputar-putar. Yang demikian itu tidak lain karena jiwa itu diciptakan untuk selalu taat kepada ilusi-ilusi.
3.      Meminta Bantuan Kepada Para Arwah Yang Bersemayam Di Bumi, Yaitu Bangsa Jin. Mereka Ini Terbagi Menjadi Dua Bagian : Jin Mukmin Dan Jin Kafir, Yang Tidak Lain Mereka (Jin Kafir Tersebut) Adalah Syaitan. Selanjutnya, orang-orang yang memproduksi sesuatu dan orang-orang yang suka melakukan eksperimen telah menyaksikan bahwa berhubungan dengan ruh-ruh bumi ini berlangsung melalui amalan-amalan yang cukup mudah dan dengan mantra yang tidak banyak [1], serta kepulan asap. Jenis ini disebut dengan jimat dan usaha melakukan penundukan.
4.      Ilusi, Hipnotis Dan Sulap Dasar pijakan praktek ini adalah bahwa manusia sering kali melakukan kesalahan dan hanya terfokus pada suatu hal saja dan tidak pada yang lainnya. Tidakkah anda memperhatikan pesulap ulung yang memperlihatkan sesuatu yang bisa membuat para penontonnya tercengang serta menarik perhatian mata mereka kepadanya, sehingga apabila pandangan mereka sudah sibuk dan terfokus pada sesuatu itu, maka si pesulap tersebut akan melakukan hal lain dengan cepat, dan pada saat itu akan telihat oleh mereka sesuatu yang blain selain apa yang mereka tunggu-tunggu, sehingga mereka benar-benar sangat heran. Jika si pesulap itu diam dan tidak berbicara untuk mengalihkan pikiran kepada kebalikan dari apa yang ingin ia kerjakan, sedang jiwa dan ilusi terfokus kepada apa yang hendak dikeluarkannya, niscaya para penonton akan mengerti setiap apa yang dikerjakanya.
5.      Berbagai Tindakan Menakjubkan Yang Muncul Dari Hasil Penyusunan Alat-Alat Secara Seimbang Dan Sesuai Dengan Ilmu Rancang Bangun, Misalnya, Seorang (Patung) Penunggang Kuda Yang Memegang Terompet, Setiap Berlalu Satu Jam, Maka Terompet Itu Akan Berbunyi Tanpa Ada Yang Menyentuhnya. Abu Abdillah Ar-Razi mengungkapkan bahwa diantara penyusunan alat-alat ini adalah penyusunan otak jam. Pada hakikatnya, hal tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai sihir, karena ia memiliki sebab musabab yang pasti dan meyakinkan, orang yang benar-benar memperhatikan pasti akan mampu melakukannya juga. Berkenaan dengan hal tersebut, perlu saya (penulis) katakan,Sekarang ini, hal-hal tersebut sudah sangat biasa, apalagi setelah terjadi kemajuan ilmu pengetahuan yang menjadi sebab ditemukannya berbagai hal yang menakjubkan.
6.      Memakai Bantuan Dengan Obat-Obatan Khusus, Yakni Apa Yang Terdapat Pada Makanan Dan Minyak. Abu Abdillah Ar-Razi mengungkapkan: Ketahuilah, tidak ada alasan untuk mengingkari berbagai hal khusus tersebut karena pengaruh magnet itu sudah sangat jelas.
7.      Ketergantungan Hati. Dalam hal ini, tukang sihir mengaku bahwa dia mengetahui nama yang Maha Agung dan bahwasannya jin mentaati dan tunduk patuh kepada-Nya dalam banyak hal, dan seterusnya. Jika orang yang mendengar itu mempunyai kemampuan akal yang lemah dan mempunyai insting pembeda yang minim, maka dia akan meyakini bahwa yang demikian itu benar, lalu hatinya bergantung kepadanya sehingga muncul dalam dirinya kecemasan dan rasa takut. Dan jika muncul rasa takut, maka akan melemah pula berbagai kekuatan inderawinya. Pada saat itu, akan sangat mungkin bagi tukang sihir untuk mengerjakan apa yang dikehendakinya.
8.      Usaha melakukan pergunjingan dan pendekatan diri dengan cara terselubung dan nyaris tidak terlihat. dan hal itu sudah tersebar luas di kalangan masyarakat. Dan Ibnu Katsir mengatakan:  Ar-Razi telah memasukan banyak macam dari berbagai hal yang telah disebutkan berkenaan dengan seni sihir karena terlalu halus untuk dilihat oleh padangan mata, sebab menurut bahasa, sihir berarti sesuatu yang halus dan sebabnya sangat tersembunyi”.

b.             Jenis-jenis sihir menurut Ar-Raghib
            Ar-Raghib mengatakan: kata sihir itu mengandung makna sebagai berikut:
1.      Sesuatu yang halus dan lembut, umpamanya anda menyihir seorang anak, ini bisa berarti dengan menipunya dan mengalihkan perhatiannya. Setiap yang mengalihkan perhatian sesuatu bearti telah menyihirnya. Misal yang lain, ungkapan para sastrawan yang mengalihkan konsentrasi penonton. Contoh lainnya adalah ucapan para dokter (tabiat penyihir). Contoh lainnya, firman Allah:
بَلْ نَحْنُ قَوْمٌ مَسْحُورُونَ  
Bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir. (Al-Hijr: 15)
Maksudnya adalah mereka dialihkan dari apa yang telah mereka ketahui. Contoh lainnya adalah hadis:
إن من البيان لسحر
Sesungguhnya diantara keterangan itu ada sihir.
2.      Sesuatu yang terjadi dengan tipuan dan penghayalan yang tidak ada hakekatnya tentang sesuatu yang dilakukan oleh pesulap yang berupa pengalihan pandangan kepada sesuatu yang ditampakkannya dengan kecepatan tangan.
3.      Sesuatu yang dihasilkan dengan bantuan setan-setan dengan melakukan sesuatu yang mendekatkan diri kepadanya.
4.      Sesuatu yang dihasilkan melalui kontak dengan planet-planet dan mengundang kerohaniannya berdasarkan dugaan mereka yang melakukannya.[4]
Imam Ahmad meriwayatkan: telah diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Ja''far dari Auf dari Hayyan bin ''Ala'' dari Qathan bin Qubaishah dari bapanya, bahwa ia telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Iyafah, Tharq dan Thiyarah adalah termasuk  Jibt"
Auf menafsiri hadis ini dengan mengatakan:
Iyafah adalah meramal nasib orang dengan menerbangkan burung.
Tharq adalah meramal nasib orang dengan membuat garis di atas tanah.
Jibt adalah sebagaimana yang telah dikatakan oleh Hasan: suara syaitan. (hadis tersebut sanadnya jayyid). Dan diriwayatkan pula oleh Abu Dawud, An Nasa''i, dan Ibnu Hibban dalam shahihnya dengan hanya menyebutkan lafadh hadis dari Qabishah, tanpa menyebutkan tafsirannya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barang siapa yang mempelajari sebahagian dari ilmu nujum (per bintangan) sesungguhnya dia telah mempelajari sebahagian ilmu sihir. semakin bertambah (ia mempelajari ilmu nujum) semakin bertambah pula (dosanya)" (HR. Abu Daud dengan sanad yang sahih).
An-Nasai meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barang siapa yang membuat suatu buhulan, kemudian meniupnya (sebagaimana yang dilakukan oleh tukang sihir) maka ia telah melakukan sihir, dan barang siapa yang melakukan sihir maka ia telah melakukan kemusyrikan, dan barang siapa yang menggantungkan diri pada sesuatu benda (jimat), maka ia dijadikan Allah bersandar kepada benda itu".
Dari Ibnu Mas''ud r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Mahukah kamu aku beritahu apakah Adh-h itu?, ia adalah perbuatan mengadu domba, iaitu banyak membicarakan keburukan dan menghasut di antara manusia" (HR. Muslim).
Dan ibnu Umar r.a. menuturkan, bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya di antara susunan kata yang indah itu terdapat kekuatan sihir."(HR. Bukhori dan Muslim)

F.                  Tanda-tanda Tukang Sihir
Jika anda mendapatkan salah satu tanda-tanda berikut ini pada seseorang yang mengobati orang sakit, tidak diragukan lagi bahwa orang tersebut adalah tukang sihir. Tanda-tandanya ialah:
1.      Bertanya kepada si penderita tentang namanya dan nama ibunya.
2.      Meminta barang yang pernah dikenakan oleh penderita (baju, kopyah, saapu tangan, dll).
3.      Meminta disediakan binatang dengan syarat-syarat tertentu untuk disembelih, dan pada saat penyembelihannya tidak menyebutkan nama Allah, dan boleh jadi ia pun memoleskan darah sembelihan itu pada bagian-bagian tubuh yang dirasakan sakit oleh si penderita yang sedang diobatinya, atau bisa juga dengan membuang sembelihan atau sembelihan itu ke tempat-tempat tertentu.
4.      Menuliskan mantera-mantera.
5.      Membacakan azimat-azimat atau mantera-mantera yang tidak dapat dipahami.
6.      Memberikan hijib kepada si penderita yang terdiri dari kotak-kotak, segi empat yang di dalamnya tertulis huruf-huruf dan angka-angka.
7.      Menyuruh si penderita untuk menghindari orang-orang (menyendiri) selama waktui tertentu didalam suatu kamar yang tidak terkena sinar matahari yang diistilah dengan hijib.
8.      Meminta si penderita agar tidak menyentuh air selama waktu tertentu, biasanya selama empat puluh hari. Yang demikian ini menunjukkan bahwa jin yang mengabdi kepada si penyihir adalah jin pemeluk agama Nasrani.
9.      Memberikan benda-benda tertentu kepada penderita untuk dikuburkan didalam tanah.
10.  Memberikan kertas-kertas tertentu kepada penderita untuk dibakar dan agar banyak asapnya.
11.  Mengucapkan jampi-jampi yang tidak dipahami.
12.  Sang penyihir mengabari si penderita tentang namanya, nama daerahnya dan kesulitan yang sedang dihadapinya.
13.  Menuliskan untuk si penderita huruf-huruf tertentu yang terpisah-pisah pada selembar kertas atau piring putih yang terbuat dari beling/porselen untuk dileburkan dengan air oleh si penderita kemudian airnya diminum.
Jika mengetahui ada seorang tukang sihir, hendaklah anda tidak mendatanginya. Jika anda mendatanginya, tepatlah bagi anda sabda Rasulullah SAW:
من أتى عرّافا أوساحرا أو كاهنا فصدّقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمّد صلّى الله عليه وسلّم (الحديث)
Barang siapa yang mendatangi orang pintar, tukang sihir, atau dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, berarti ia telah kufur kepada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW.

G.                Hukum Tukang Sihir Menurut Syariat Islam
1.         Imam Malik mengatakan: seorang tukang sihir yang melakukan sihir dan tidak pernah dilakukan oleh orang lain, ialah seperti orang yang disebutkan Allah dalam firmannya:
وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ
            Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat. (Al-Baqarah: 102)
            Jadi menurut saya, jika orang tersebut melakukannya, ia harus membunuh dirinya sendiri.
2.      Ibnu Quddamah mengatakan: hukuman bagi seorang tukang sihir adalah dibunuh, demikian menurut riwayat dari Umar, Utsman bin Affan, Ibnu Umar, Hafshah, Jundub bin Abdullah, Jundub bin Ka’ab, Qais bin Sa’ad, dan Umar bin Abdul Aziz, dan demikan pula pendapat Abu Hanifah dan Malik.
3.      Al Qurthubi mengatakan: para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum bagi seorang tukang sihir muslim dan seorang dzimmi (nonmuslim yang bernaung dibawah pemerintah islam). Menurut Malik, bahwa jika seorang muslim melakukan sihir oleh dengan ucapannya sendiri, maka ia telah kafir dan hukumannya dibunuh dan tidak disuruh untuk bertaubat, walaupun bertobat maka tidak akan diterima tobatnya karena sihir merupakan perbuatan yang disembunyikan seperti halnya seorang zindiq dan pelaku zina, karena Allah SWT telah menyatakan bahwa sihir adalah kufur, sebagaimana firmannya:
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ
sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". (Al-Baqarah: 102)
            Demikian pula menurut Ahmad bin Hambal, Abu Tsaur, Ishaq, Asy Syafi’I,[5] dan abu Hanifah.
4.         Ibnu Al Mundzir mengatakan: jika ada seseorang yang dinyatakan telah melakukan sihir dengan suatu pekataan, berarti ia telah kafir dan wajib dibunuh jika tidak bertobat. Demikian juga jika terbukti menurut suatu keterangan yang mana keterangan itu menunjukkan perkataannya, ia telah kafir.
            Jika perkataan yang menyebutkan bahwa ia telah melakukan sihir itu tidak menunjukkan kekufuran maka tidak boleh dibunuh. Jika terjadi pada diri orang yang disihirnya suatu kejahatan harus diberlakukan hukum qishash jika yang terjadi itu termasuk dalam kategori yang bisa diberlakukan qishash, tapi jika tidak, tidak ada qishash dan harus ada diyatnya.
5.         Al Hafizh Ibnu Katsir mengatakan: firman Allah SWT:
وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا   . . .
Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa . . . (Al-Baqarah: 103)
            Ada yang berpendapat mengkafirkan tukang sihir, yaitu sebagaimana pendapat dari Imam Ahmad bin Hambal dan beberapa orang salaf, ada juga yang mengatakan tidak kafir akan tetapi hukumannya dengan memukul pundaknya.
            Tentang pendapat Asy Syafi’I dan Ahmad mereka mengatakan: “Dikabarkan kepada kami dari Sofyan dari Amr bin Dinar, bahwa ia pernah mendengar Jallah bin Ubdah mengatakan: Umar bin Khattab telah menulis surat (yang isinya): “Hendaklah kalian membunuh setiap tukang sihir laki-laki dan perempuan”, dan kami telah membunuh tiga orang tukang sihir.
            Riwayat ini dikeluarkan oleh Al Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari.
            Demikian juga riwayat shahih dari Ummul Mukminin, Hafshah, bahwa ia pernah disihir oleh seorang tetangga perempuannya, lalu ia memerintahkan untuk membunuhnya, maka si penyihir itu pun dibunuh.
6.         Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: menurut Malik, bahwa hukum tukang sihir adalah seperti hukum seorang zindiq, yakni tidak diterima tobatnya dan sebagai hukumannya ia dibunuh jika ternyata terbukti. Demikian juga menurut pendapat Ahmad.
            Asy Syafi’I mengatakan: tukang sihir tidak dibunuh kecuali jika mengaku ia telah membunuh orang lain dengan sihirnya, maka ia dibunuh karena itu

H.                 Hukum Mempelajari Sihir dan Mengajarkannya Kepada Orang Lain
Sebagian ulama berpendapat bahwa mempelajari sihir hukumnya mubah (boleh), berdasarkan praktek malaikat mengajarkan sihir kepada manusia seperti yang diceritakan Al Qur’anul Karim. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Al Fakhrur Razi dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Jumhur berpendapat haram, baik mempelajari maupun mengajarkannya kepada orang lain. Sebab Al Qur’an menuturnya dengan tujuan mencela dan menjelaskan bahwa ia dapat menimbulkan kekufuran, mana mungkin dihukumi halal.
Rasulullah SAW sendiri menganggapnya termasuk diantara dosa-dosa besar yang dapat menimbulkan kerusakan. Sabda beliau:
إجتنبوا السبع الموبقات, قالوا وما هن يا رسول الله ؟ قال : الشرك بالله والسحر وقتل النفس التى حرم الله إلا بالحق وأكل الربا وأكل مال اليتيم والتولي يوم الزحف وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات . (رواه البخاري ومسلم)
            Jauhilah tujuh hal yang dapat merusak. Para sahabat bertanya: “Apakah gerangan tujuh hal itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: Yaitu: syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT, kecuali dengan jalan yang hak, memakan harta riba, makan harta benda anak yatim, menhindar ketika terjadi peperangan, dan menuduh berzina kepada perempuan-perempuan beriman yang terpelihara dirinya dari perbuatan dosa. (H.R. Bukhari dan Muslim)

I.                    Perbedaan Antara Sihir, Karamah, dan Mukjizat
Al Maruzi mengatakan:
Perbedaan antara sihir, mukjizat dan karamah ialah Sihir terealisasi dengan perantaran ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan sehingga penyihir dapat mencapai yang diinginkannya. Karamah tidak membutuhkan perbuatan yang seperti itu, tapi biasanya terjadi secara spontanitas. Sedangkan mukjizat lebih luas lagi daripada karamah.[6]
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan:
Imam Al Haramain menukilkan ijma’, bahwa sihir tidak terlahir kecuali dari seorang yang fasik, sedangkan karamah tidak terlahir dari seorang yang fasik.
Seorang yang memperoleh suatu keadaan yang luar biasa (diluar kebiasaan), sementara ia berpegang teguh pada ajaran syari’at dan menjauhkan diri dari keburukan-keburukan, maka yang tampak dari dirinya itu adalah karamah. Tapi jika ia bukan tipe orang yang demikian, maka hal itu adalah sihir, karena sihir itu dapat diberikan kepada seseorang dengan bentuan para setan.

J.                   Dalil-dalil Tentang Adanya Sihir.
a.              Dalil dari Al Qur’an
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (البقرة : 102)
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (Al-Baqarah: 102)
Di tafsir Al Misbah ayat ini diterangkan:
Kalau ayat yang lalu mengecam sekelompok orang Yahudi menolak kitab suci yang disampaikan rasul, disini disebutkan ulah mereka terhadap rasul Allah khususnya Nabi Sulaiman as.
Ketika menafsirkan ayat 62 surah ini penulis mengemukakan uraian Thahir Ibn Asyur yang antara lain menyatakan bahwa kerajaan Bani Israil terbagi dua setelah kematian Nabi Sulaiman as. Yang pertama kerajaan putra Nabi Sulaiman bernama Rahbi’am dengan ibukotanya Yerussalam. Kerajaan ini tidak diikuti kecuali cucu Yahudza dan cucu Benyamin. Sedang kerajaan kedua dipimpin oleh Yurbi’am putra Banath salah seorang anak buah Nabi Sulaiman yang gagah berani dan diserahi oleh beliau kekuasaan yang berpusat di Samirah. Ia digelar dengan raja Israil. Tetapi masyarakat sangat bejat dan mengaburkan ajaran agama.
Terjadi persaingan antara kedua kerajaan itu. Tentu saja putra Sulaiman mengandalkan dirinya sebagai anak seorang nabi, yang memiliki nama yang sangat harum di masyarakat. Nah, musuh-musuhnya berusaha memperkecil keutamaan ini dan menyebarkan isu negative dan kebohongan atas Sulaiman as, seperti bahwa dia telah kafir dan kekuasaannya yang sedemikian besar adalah karena sihir dan lain-lain agar nama baik Sulaiman dan anaknya pun ikut tercemar dan agar lahir antipati terhadap Nabi Sulaiman dan putranya itu. Mereka itulah yang dimaksud oleh ayat ini ketika menyatakan bahwa “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman yakni Kitab Allah mereka tinggalkan, lalu mereka membaca kitab setan. Mereka menuduh rasul mulia Nabi Sulaiman as yang mendapat anugrah kekuasaan dari Allah, dengan mengatakan bahwa Sulaiman itu telah kafir dan atau karena ia mengerjakan sihir tetapi setan-setan itulah yang kafir tidak juga menggunakan sihir tetapi setan-setan itulah yang kafir dan menggunakan sihir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia.
Dan orang-orang Yahudi itu juga mengikuti apa yakni sihir yang diturunkan kepada dua malaikat yang merupakan hamba-hamba Allah yang tercipta dari cahaya dan hanya dapat taat kepada-Nya, atau dua manusia yang saleh bagaikan malaikat. Mereka berdua yang ketika itu berada di negeri Babil yaitu Harut dan Marut. Babail adalah satu kota paling populer pada masa lampau di wilayah Timur sekitar dua ribu tahun sebelum Masehi, yang hingga kini bekas-bekasnya masih dapat terlihat disebelah timur kota Baghdad, Irak. Harut dan Marut memang mengajarkan sihir, tetapi berbeda dengan orang-orang Yahudi yang mengikuti setan. Keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kafir.”
Jadi, mereka selalu menasehati siapa pun yang mempelajari sihir itu dari mereka, bahwa apa yang kami ajarkan ini adalah cobaan buat kalian. Cobaan itu bertujuan untuk membedakan yang taat dan yang durhaka, serta untuk membuktikan bahwa sihir berbeda dengan mukjizat. Karena itu, para penyihir, sekali-kali bukanlah nabi, dan karena itu pula, jangan gunakan sihir, karena ia dapat menyesatkan dan merugikan kalian. Demikianlah nasehat Harut dan Marut. Tetapi diantara yang diajar itu ada yang membangkang dan enggan mengikuti nasehat. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seseorang dengan pasangannya (suami istri).
Untuk menghilangkan dugaan keliru serta menyucikan akidah manusia, ayat ini menegaskan bahwa: dan mereka, yakni para ahli sihir itu, tidak member mudhlarat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah.
Ini karena tidak ada sesuatu pun yang terjadi di alam raya, kecuali atas izin-Nya. Ketika Allah memberikan potensi kepada sihir dan yang mempraktekkan sihir, maka Allah juga memerintahkan manusia agar memohon perlindungan kepada-Nya dari sihir dan para penyihir. Jika demikian, semuanya adalah atas kehendaknya. Dia yang memberi kemampuan menyihir untuk menguji, dan Dia juga yang membatalkannya jika ada yang bermohon dengan tulus, atau jika mampu lulus dalam ujian.
Karena yang mempelajari atau mempraktekkan sihir itu mungkin saja menduga bahwa apa yang dipelajarinya dapat bermanfaat buat dirinya, maka lanjutan ayat 102 di atas menambahkan bahwa, mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudhlarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Kalimat ini mengandung makna bahwa tidak satu sisi pun dari sihir yang dapat menghasilkan manfaat. Bukankah menafikan manfaat menunjukkan ketiadaanya, dan menetapkan mudhlarat berarti kehadirannya?
Lalu, bagaimana dengan orang-orang Yahudi pada masa Nabi Muhammad SAW, dan sebelumnya atau sesudahnya? Penutup ayat 102 menjelaskan bahwa: demi, Allah, sesungguhnya merka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya kitab Allah dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.
Hal ini mereka telah ketahui dan yakini, karena dalam kitab suci mereka sihir dilarang, dan pengajar serta pelakunya diancam dengan siksa yang pedih. Tetapi, pengetahuan dan keyakinan itu tidak berubah dalam kehidupan nyata, sehingga mereka tidak menyadari bahwa sihir tidak membawa manfaat. Memang, boleh jadi ada keuntungan material atau kelezatan jasmani yang mereka peroleh di dunia, tetapi itu bukanlah manfaat. Itu adalah keburukan, dan amat buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.[7]
Dalam tafsir Ibnu Katsir menerangkan:
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” (Al Baqarah: 102)
As Sadi berkata, “Setan-setan itu suka naik ke langit. Disana mereka diam di beberapa tempat untuk mencuri dengar. Mereka menyimak pembicaraan para malaikat ihwal perkara yang akan terjadi di bumi seperti kematian, hal gaib, atau persoalan tertentu. Kemudian mereka mendatangi para dukun untuk memberi mereka informasi. Para dukun itu menginformasikan kepada khalayak sehingga mereka mendapati kesesuaian antara kejadian dan ucapan dukun. Setelah para dukun mempercayai setan, maka mereka berdusta dan menambahi informasi palsu sehingga satu kalimat menjadi tujuh puluh kalimat. Kemudian orang-orang menulis obrolan itu dalam berbagai buku sehingga menyebarlah berita pada Bani Israel bahwa jin mengajari kegaiban. Kemudian diutus Nabi Sulaiman kepada mereka. Beliau mengumpulkan buku-buku itu dan disimpan dalam peti, lantas dikubur dibawah singgasananya. Tidak ada satu setanpun yang berani mendekati singgasana tersebut melainkan dia akan terbakar. Sulaiman berkata, “Saya tidak mendengar seorang pun yang menceritakan bahwa setan itu mengajarkan kegaiban melainkan akan kupenggal lehernya.”[8]

وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ  (الفلق : 4)
Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul (Al-Falaq: 4)
Dalam tafsir Al Maraghi diterangkan:
Yakni dari kejahatan para pengadu domba yang bermaksud memotong hubungan kasih sayang, menghancurkan cinta kasih, perbuatannya itu diserupakan dengan hembusan, sedangkan pengikat kasih sayang diserupakan dengan buhul. Orang Arab menyebut pertalian yang kokoh antara dua hal dengan kata ‘uqdah (ikatan, buhul), sebagaimana mereka menyebut ikatan antara suami dan istri dengan “uqdatun nikah”.
Adu domba kecintaan antara dua kawan menjadi kebencian dan permusuhan dengan cara-cara tersembunyi, menyerupai sejenis sihir, sukar menaggulangi dan mengetahuinya. Nammam yakni pelaku adu domba mendatangimu dengan kata-kata yang terkihat benar, sehingga sulit mendustakannya, sebagaimana tukang sihir berbuat terhadap pasiennya ketika hendak mengurai buhul cinta kasih antara suami dengan istrinya, karena itu tukang sihir mengucapkan sesuatu mantera, mengikatkan suatu buhul dan menghembuskannya, kemudian mengurainya lagi untuk memberi isyarat kepada orang banyak bahwa perbuatannya itu dimaksudkan untuk mengurai buhul antara suami isteri.
Al Ustadz Al Imam Muhammad Abduh berkata: Dalam masalah ini banyak periwayatan hadits yang menerangkan, bahwa Nabi SAW pernah disihir oleh Labid bin Al A’shom, sihir itu berpengaruh kepada pribadi beliau sehingga terkhayalkan padanya bahwa beliau melakukan sesuatu padahal beliau tidak melakukannya, atau beliau mendatangi sesuatu padahal beliau tidak mendatanginya, kemudian Allah memberitahukan kepadanya hal itu, kemudian bahan sihir itu dikeluarkan dari sebuah sumur, lalu Rasulullah sembuh dari penderitaannya dan diturunkanlah surat ini.
Di samping itu telah nyata bahwa surat ini menurut Atha’, Hasan, dan Jabir termasuk surat Makkiyah, padahal dugaan adanya sihir yang menimpa beliau itu terjadi di Madinah. Hal ini jelas merupakan unsur yang melemahkan kehujjahan hadits tersebut, dan menunjukkan kelemahan bagi keshahihannya.
Pendek kata kita wajib memegangi nash Al-Qur’an, kita biarkan hadits dimaksud dan kita tidak memegangi hadits tersebut dalam akidah keyakinan kita.[9]
Dalam Tafsir Al-Misbah Dijelaskan:
Ayat yang lalu merupakan permohonan perlindungan dari kejahatan (keburukan) yang terjadi pada waktu tertentu, dan kini melalui ayat diatas yang dimohonkan adalah perlindungan dari ulah sementara orang yang dapat menjerumuskan kepada kesulitan, mudharat, dan penyakit. Yakni dari kejahatan dan keburukan peniup-peniup pada buhul-buhul.
Sepanjang pengamatan penulis, Al-Qur’an tidak menggunakan kata tersebut dalam arti hakiki, tetapi banyak ulama tafsir memahami kata ‘uqad pada ayat ini dalam arti hakiki, sehingga mereka berpendapat bahwa (النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ) adalah perempuan-perempuan tukang sihir yang meniup-niup pada buhul-buhul dalam rangka menyihir.
Ayat ini dijadikan dasar oleh mereka – disamping ayat-ayat lain – untuk membuktikan bahwa Al Qur’an mengakui adanya sihir. Mayoritas ulama memahami demikian, berdasarkan riwayat tentang Sabab Nuzul-nya ayat ini, yaitu bahwa Nabi SAW pernah disihir dan merasa terganggu dengan sihir tersebut, sehingga Allah SWT mengajarkan beliau untuk menampiknya dengan surah ini dan surah An Nas.
Syekh Muhammad Abduh memahami kata al-‘uqad dalam arti majazi. Pendapat ini dapat dikuatkan dengan memperhatikan penggunaan Al Qur’an terhadap kata tersebut sebagaimana penulis kemukakan diatas. Menurut Abduh, an-naffatsat adalah mereka yang sering kali membawa berita bohong untuk memutuskan hubungan persahabatan dan kasih saying antar sesame. Redaksi ini menurutnya dipilih Al Qur’an karena Allah bermaksud mempersamakan mereka dengan para penyihir yang apabila ingin memutuskan ikatan kasih sayang antara suami istri, mereka mengelabui masyarakat awam dengan jalan mengikat satu ikatan kemudian meniup-niupnya lalu melepaskan ikatan itu, sebagai tanda terlepasnya ikatan kasih sayang yang terjalin antara suami istri. Memang – tulis Abduh lebih jauh – membawa berita bohong untuk memutuskan hubungan baik, mirip dengan sihir karena yang demikian itu menjadikan kasih sayang yang tadinya terjalin berubah menjadi permusuhan, melalui cara licik tersembunyi. Abduh dengan tegas menolak pendapat ulama yang mengaitkan Sabab Nuzul-nya surat ini dengan disihirnya Nabi Muhammad. Bagaimana mungkin dinyatakan demikian, sedang surah ini turun di Makkah dan apa yang mereka katakan tentang disihirnya Nabi terjadi di Madinah?
Pendapat Abduh diatas benar jika dipahami pengertian Sabab Nuzul dalam arti peristiwa yang terjadi menjelang turunnya suatu ayat. Tetapi ulama-ulama Al-Qur’an memperkenalkan makna kedua dari sabab Nuzul, yaitu peristiwa yang dapat dicakup hukum atau kandungannya oleh ayat al-Qur’an, baik peristiwa tersebut tejadi sebelum maupun sesudah turunnya ayat.
Walaupun Abduh menolak hadits tentang disihirnya Nabi saw, namun dengan hati-hati ulama ini menekankan bahwa yang menolak riwayat itu tidak otomatis dapat dikatakan menolak pengaruh sihir terhadap orang lain, walaupun tulisnya lebih jauh: “Orang yang tidak mempercayai adanya sihir tidak dapat dinilai keluar dari agama, krena Allah swt telah menyebutkan dalam sekian banyak ayat hal-hal yang harus dipercayai oleh orang-orang mukmin dan tidak ada ayat yang menyebutkan sihir sebagai sesuatu yang harus dipercayai sebagaimana kepercayaan penyembah berhala.”
Sementara ulama yang memahami al-‘uqad dalam pengertian majazi, berpendapat bahwa an-naffatsat adalah istri-istri atau perempuan-perenpuan yang berusaha mempengaruhi pendapat-pendapat lelaki atau suami mereka yang telah kukuh dan benar. Pendapat ini, tidak mempunyai dasar kebahasaan apalagi argumen keagamaan, walaupun harus diakui bahwa memang ada saja istri atau perempuan yang melakukan hal demikian.[10]

وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى (طه : 69)
Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang".

Dalam Tafsir Al Misbah Dijelaskan Didalmnya Tentang Ayat Ini.
Ayat diatas memerintahkan untuk melempar apa yang berada ditangan kanan Nabi Musa as, yakni tongkatnya. Agaknya ayat ini tidak menyebutkan kata “tongkat”, untuk mengisyaratkan betapa remeh menghadapi apa yang telah dilakukan oleh para penyihir itu, yakni sekedar melempar sesuatu yang berada ditangan kanan Nabi Musa as, di sisi lain penyebutan kata “يمين” yang disamping berarti “tangan kanan” juga berarti keberkahan, mengisyaratkan pula keberkahan yang melekat dan dibawa oleh nabi Musa as dalam tongkatnya itu. Ibu “Asyur” memperoleh kesan dari tidak disebutnya kata tongkat dan dicukupkan dengan kata apa yang ada ditangan kananmu, bahwa hal tersebut untuk meningkatkan Nabi Musa as tentang peristiwa munajat, dimana beliau mendengar langsung firman Allah ketika berada di lembah suci Thuwa. Ketika itu Allah berfirman:
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى
Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?
 Kata (صنعوا) terambil dari kata (صنع) yang baisa digunakan dalam arti melakukan sesuatu dengan tekun dan teliti dan atas dasar keahlian. Kata ini berbeda dengan kata (فعل) yang biasa  diterjemahkan melakukan atau mengerjakan atau “mengerjakan walau hanya sepintas lalu”. Penggunaan kata tersebut oleh ayat ini mengisyaratkan bahwa para penyihir itu telah melakukan upaya mereka secara tekun dan sungguh-sungguh serta berdasar keahlian dan kemahiran mereka. Kendati demikian, dengan mudah Nabi Musa as mengalahkan mereka atas bantuan Allah swt.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir Menjelaskan:
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Musa Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Khalid, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mu’az, dari Al Hasan, dari Jundub bin Abdullah Al Bajali yang mengatakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
إذا أخذتم فاقتلوه.
Apabila kalian menangkapnya – yakni penyihir –, maka bunuhlah dia oleh kalian.
Kemudian Nabi saw membaca firman-Nya:
      وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang
Nabi saw bersabda menjelaskannya, “Orang tukang sihir itu tidaklah beriman, dimana pun ia berada.” Asal dari hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Turmudzi secara mauquf dan marfu’.
 Setelah tukang sihir itu menyaksikan hal tersebut dengan mata kepala mereka sendiri, sedangkan mereka adalah orang-orang yang mempunyai pengalaman yang mendalam dalam ilmu sihir dan berbagai macam aliran serta jenis-jenisnya, maka mereka mengetahui dengan yakin bahwa apa yang didatangkan oleh Musa ini bukan termasuk kedalam ilmu sihir dan tipu muslihat pandangan mata, dan bahwa hal tersebut adalah nyata dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Tiada seorang pun yang mampu melakukan demikian kecuali mendapat izin dari Tuhan yang bila menghendaki sesuatu, Dia hanya mengatakan, “Jadilah kamu,” lalu terjadilah ia. Maka pada saat itu juga para ahli sihir menyungkur bersujud kepada Allah swt dan mereka mengatakan “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, Tuhannya Musa dan Harun.”
Ibnu Abbas dan Abid bin Umair mengatakan bahwa para ahli sihir itu pada pagi harinya masih berstatus sebagai tukang sihir, kemudian di petang harinya mereka menjadi para syuhada yang benar-benar berbakti.[11]
b.             Dalil dari Al-Hadits
إجتنبوا السبع الموبقات, قالوا وما هن يا رسول الله ؟ قال : الشرك بالله والسحر وقتل النفس التى حرم الله إلا بالحق وأكل الربا وأكل مال اليتيم والتولي يوم الزحف وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات . (رواه البخاري ومسلم)
Jauhilah tujuh hal yang dapat merusak. Para sahabat bertanya: “Apakah gerangan tujuh hal itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: Yaitu: syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT, kecuali dengan jalan yang hak, memakan harta riba, makan harta benda anak yatim, menhindar ketika terjadi peperangan, dan menuduh berzina kepada perempuan-perempuan beriman yang terpelihara dirinya dari perbuatan dosa. (H.R. Bukhari dan Muslim)
من أتى عرّافا أوساحرا أو كاهنا فصدّقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمّد صلّى الله عليه وسلّم (الحديث)
Barang siapa yang mendatangi orang pintar, tukang sihir, atau dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, berarti ia telah kufur kepada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sihir adalah kesepakatan antara tukang sihir dan syaitan dengan ketentuan bahwa tukang sihir akan melakukan berbagai keharaman atau kesyirikan dengan imbalan pemberian pertolongan syaitan kepadanya dan ketaatan untuk melakukan apa saja yang dimintanya.
Pada kenyataannya, sihir itu memang ada. Hal ini berbeda dengan kaum Muktazilah dan selainnya yang mengingkarinya. Sihir adalah kekafiran, mempelajarinya kufur, mengajarkannya adalah kufur, tukang sihirnya kafir, dan orang yang mempelajarinya juga kafir. Para ulama berbeda pendapat ihwal menyuruhnya bertobat. Ada pula ulama yang berpendapat bahwa tukang sihir harus diminta bertobat. Jika tidak mau, maka dibunuh. Ada pula yang berpendapat bahwa dia tidak perlu diminta bertobat, tapi langsung dihukum mati saja. Dasar pendapat kedua ialah sabda Nabi saw., "Had bagi tukang sihir ialah ditebas dengan pedang", tindakan Hafsah menghukum mati pembantu wanitanya yang menyihir dirinya dan di sana tidak diceritakan apakah si wanita itu diminta bertobat atau tidak, dan keputusan Umar bin Khaththab kepada para gubernurnya supaya membunuh tukang sihir laki-laki dan perempuan. Sihir itu bermacam-macam dan semuanya buruk, sebab sihir meminta bantuan kepada setan atau berupa magic (ilmu hitam), berupa kain serasah dan penangkal (yang tidak disyariatkan oleh ajaran Islam), ramuan, atau asap. Semuanya itu batil. Wallahu a'lam.


REFERENSI

Al-Qur’an Al-Karim
Wahid bin Abdissalam Baali, Sihir & Guna-Guna Serta Tata Cara Mengobatinya Menurut Al-Qur'an Dan Sunnah, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i
________________________, Sihir Dalam Kajian Syari’at Penangkalan Serta Pengobatannya,  Jakarta: Pustaka Panjimas. 1995
Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Al-Misbah
Tafsir Al-Maraghi


[1]  Lisanul ‘Arab, /348. Terbitan Beirut.
[2] Ibid
[3] Misbah, hlm. 267. Terbitan Al Maktabah Al Ilmiyah, Beirut
[4]  Dikutip dari Fathul Bari, X/222
[5]  Asy Syafi’I berpendapat, tukang sihir itu dibunuh tidak hanya karena sihirnya semata, tapi dibunuh itu juga karena merupakan qishash jika ia telah membunuh dengan sihirnya. Dikutip darinya oleh Ibnu Al Mundzir dan lainnya.
[6]  Fathul Bari, X/223
[7]  Tafsir Al Misbah, 277
[8]  Tafsir Ibnu Katsir,
[9]  Tafsir Al Maraghi, 331
[10]  Tafsir Al-Misbah, 627
[11]  Tafsir Ibnu Katsir, juz 16/371
READ MORE - SIHIR ( Tafsir Ayat)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

SURABAYA

2009

TRISMA'S 2008

TRISMA'S 2008
Soeve Yoed, Ibnoe Mz

Pengikut

Ibnoe Maesycoery13. Diberdayakan oleh Blogger.