Guru Bangsa

Pendidikan Islam
RSS

Total Tayangan Halaman

POSITIVISME


Oleh; Dedy Irawan Maesycoery
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Filsafat modern lahir melalui proses panjang yang berkesinambungan, dimulai dengan munculnya abad Renessance, yang berarti kelahiran kembali yang disebut juga dengan zaman pencerahan.
Filsafat modern menapakkan karakteristiknya dengan lahirnya aneka aliran-aliran besar filsafat, yang diawali oleh Rasionalisme dan Empirisme. Dalam uraian ini, selain kedua aliran diketengahkan pula aliran-aliran besar lainnya yang ikut berperan mengisi lembaran filsafat modern, yaitu idealisme, materialisme, positivisme, eksistensialisme, dan fragmatisme.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang aliran positivisme yang merupakan bentuk baru dari aliran Realisme Empiris, yang menjelaskan bahwa, kehodupan dunia luar persisseperti apa yang tergambar dalam pemikiran.
Semoga karya sederhana ini dapat memberikan gambaran yang utuh, obyektif, dan valid mengenai aliran positivisme, yang pada gilirannya dapat memperkaya wawasan kita.

B.     Rumusan masalah
1.      pengertian positivisme
2.      Tahap dalam perkembangan positivisme
3.      Tokoh-tokoh dalam positivisme
4.      Metode dalam positivisme
 
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.

B.     Tiga tahap perkembangan positivisme
Tiga tahap perkembangan positivisme antara lain:
1.      Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2.      Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3.      Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

 

C.     Tokoh-tokoh positivisme

1.      Auguste Comte

Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat industri.
Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat.

Pemikiran auguste comte

Dalam The Positive Philosophy, tujuan utama Comte adalah menelaah sejarah perkembangan ilmu serta menciptakan teori tentang tiga tahap perkembangan masyarakat. Ia membagi perkembangan masyarakat ilmiah menjadi tiga: tahap teologis, tahap metafisik dan tahap ‘ilmiah’ atau positif. Dalam penafsirannya, penemuan ajaran Bacon, konsep Descrates dan pandangan Galileo ialah salah satu bentuk semangat perkembangan masyarakat positif dalam melawan sistem skolastik. Untuk itu Comte mengajukan sebuah cabang ilmu yang, menurut dia, seharusnya memiliki keteraturan yang sama seperti ilmu alam, ia menyebutnya fisika sosial (Social Physics).
Alih-alih menelaah sifat manusia secara utuh, dalam karyanya Comte malah lebih banyak mengulas Matematika, Astronomi, Statistik, Geometri, Fisika, Kimia. Konon, menurut Comte, hal itu dimaksudkan untuk mencari prasyarat bagi tahap-tahap menuju masyarakat positif. Di sini Comte cukup “sukses”. Kita sekarang telah dibingungkan oleh ajaran Comte yang sesat. Bagi Comte, masyarakat positif dikatakan dapat berhasil secara ilmiah ketika para ilmuwan telah meninggalkan sesuatu yang a priori. Metode yang paling tepat, menurut Comte, ialah pencarian hukum-hukum ilmu sosial melalui eksperimen. Baginya hanya metode eksperimenlah yang dapat mendekatkan kita pada objek observasional.
Prasyarat kedua, menurut Comte, dalam menuju masyarakat positif adalah dengan menggantikan pendidikan teologi, metafisika dan sastra dengan pendidikan filsafat positif. Comte mengartikan pendidikan positif sebagai ajaran yang mendidik masyarakat agar persepsinya dapat sesuai dengan objek faktual—dengan kata lain gagasan-gagasan abstrak serta fiksi seharusnya ditiadakan. Dengan demikian ajaran-ajaran teologis, metafisik dan sastra merupakan ajaran yang tidak sesuai dengan objek faktual. Jadi keberadaan mereka perlu digantikan dengan ilmu-ilmu alamiah, atau dengan kata lain hal-hal yang bukan fakta non-metafisis tidak bermakna apa-apa. Sekali lagi, di sini Comte mengalami kesuksesan. Dan sekarang sistem pendidikan kita melaksanakan dengan konsisten usulan ajaib dari Auguste Comte!
Ketiga, bagi Comte, masyarakat ilmiah dalam menelaah ilmu sedapat mungkin harus mampu mengombinasikan beberapa sudut pandang cabang ilmu. Baginya, kombinasi dalam berperspektif sangatlah penting.  Ia mencontohkan bahwa kimia seharusnya dipadukan dengan fisiologi—seperti kebodohan kita dalam mengubah manusia menjadi sekedar ilmu statistik atau melihat trend-trend saat ini munculnya kajian ekonomi perilaku, ekonomi fisika dsb. Kesalahan Comte di sini sangat fatal. Ia tidak menyadari bahwa setiap cabang ilmu itu terkait cara berfikir. Setiap disiplin ilmu memiliki logika formalnya sendiri-sendiri. Ada perbedaan antara yang ada dalam pikiran dengan kenyataan luar.
Terakhir, masih menurut Comte, untuk mengatasi krisis masyarakat, hanya pandangan filsafat positivisme-lah yang mampu mengatasi krisis sosial. Dengan filsafat positif anarkisme intelektual, yang biasanya melewati jalan rumit untuk diperdebatkan dalam mencari kebenaran, harus dilenyapkan. Pandangan ini jelas-jelas memberi jalan panjang bagi kematian karya-karya klasik. Bagi Comte, ide-ide masa lalu yang mengarah pada anarkis adalah musuh keteraturan masyarakat.  Anggapan tersebut jelas keliru. Musuh keteraturan bukanlah anarkisme intelektual tetapi imoralitas perilaku.

2.      Karl R Popper

Asumsi pokok teorinya adalah satu teori harus diji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya, dan Popper menyajikan teori ilmu pengetahuan baru ini sebagai penolakannya atas positivisme logis yang beranggapan bahwa pengetahuan ilmiah pada dasarnya tidak lain hanya berupa generalisasi pengalaman atau fakta nyata dengan menggunakan ilmu pasti dan logika. Dan menurut positivisme logis tugas filsafat ilmu pengetahuan adalah menanamkan dasar untuk ilmu pengetahuan.
Hal yang dikritik oleh Popper pada Positivisme Logis adalah tentang metode Induksi, ia berpendapat bahwa Induksi tidak lain hanya khayalan belaka, dan mustahil dapat menghasilkan pengetahuan ilmiah melalui induksi. Tujuan Ilmu Pengetahuan adalah mengembangkan pengetahuan ilmiah yang berlaku dan benar, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan logika, namun jenis penalaran yang dipakai oleh positivisme logis adalah induksi dirasakan tidak tepat sebab jenis penalaran ini tidak mungkin menghasilkan pengetahuan ilmiah yang benar dan berlaku, karena elemahan yang bisa terjadi adalah kesalahan dalam penarikan kesimpulan, dimana dari premis-premis yang dikumpulkan kemungkinan tidak lengkap sehingga kesimpulan atau generalisasi yang dihasilkan tidak mewakili fakta yang ada. Dan menurutnya agar pengetahuan itu dapat berlaku dan bernilai benar maka penalaran yang harus dipakai adalah penalaran deduktif.
Penolakan lainnya adalah tentang Fakta Keras, Popper berpendapat bahwa fakta keras yang berdiri sendiri dan terpisah dari teori sebenarnya tidak ada, karena fakta keras selalu terkait dengan teori, yakni berkaitan pula dengan asumsi atau pendugaan tertentu. Dengan demikian pernyataan pengamatan, yang dipakai sebagai landasan untuk membangun teori dalam positivisme logis tidak pernah bisa dikatakab benar secara mutlak.
D.    Metode dalam positivisme
Menurut comte terdapat empat ciri metode poditivisme, yaitu:
1.      Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2.      Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3.      Metode ini berusaha ke arah kepastian
4.      Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.
 
PENUTUP

 

A.    KESIMPULAN

Dalam pembahasan ini bisa disimpulkan bahwa aliran positivisme adalah suatu aliran yang menyatakan bahwa alam adalah satu-satunya sumber kebenaran dan menolak aktifitas yang berhubungan dengan metafisik dan semua itu disandarkan pada data empirisme

dalam metode positivisme memiliki empat ciri, antara lain:

1.      Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2.      Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3.      Metode ini berusaha ke arah kepastian
4.      Metode ini berusaha ke arah kecermatan.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Ankersmit, F.R., Refleksi Tentang Sejarah : Pendapat-pendaat Modern tentang Filsafat Sejarah, Cet.1, Pt. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1987
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996
Laeyendecker, L. Tata, Perubahan dan Ketimpangan : Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1983
Taryadi, Alfons, Epistemologi Pemecahan Masalah : Menurut Karl R. Popper, PT. Gramedia, Jakarta, 1989
Wuisman, J.J.J.M, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, jilid 1, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 1996

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

SURABAYA

2009

TRISMA'S 2008

TRISMA'S 2008
Soeve Yoed, Ibnoe Mz

Pengikut

Ibnoe Maesycoery13. Diberdayakan oleh Blogger.