Guru Bangsa

Pendidikan Islam
RSS

Total Tayangan Halaman

Pendidikan Islam; METODE ILMU PENGETAHUAN


Oleh; Dedy Irawan Maesycoery
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah
Manusia dikenal sebagai makhluq berfikir. Dan hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluq lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpegang pada pengetahuan.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama, yaitu: pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, kemampuan berfikir menurut suatu kerangka berfikir tertentu. Kedua faktor diatas sangat berkaitan erat. Terkadang sebagian manusia begitu sulit untuk mengkomunikasikan informasi, pengetahuan dan segala yang ingin dikomunikasikannya. Hal ini salah satunya dikarenakan tidak terstrukturnya kerangka fikir. Kerangka fikir akan terstruktur ketika obyek dari apa yang ingin dikomunikasikan jelas. Begitupun ilmu pengetahuan..
Berpikir, meneliti dan menganalisa adalah proses awal dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang sebenarnya tengah menempuh satu langkah untuk medapatkan pengetahuan yang baru. Aktivitas berpikir akan membuahkan pengetahuan jika disertai dengan meneliti dan menganalisa secara kritis terhadap suatu obyek.
Obyek tertentu merupakan syarat mutlak dari suatu ilmu. Karena obyek inilah yang menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam pengupasan lapangan ilmu pengetahuan itu. Tanpa adanya obyek tertentu maka dapat dipastikan tidak akan adanya pembahasan yang mapan.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, mungkin akan terasa naïf bila kita mencoba untuk menggabungkan anatara agama dan ilmu pengetahuan, tetapi alangkah bodohnya juga manusia, jika tidak bias membuat jembatan penghubung antara keduanya itu.
            Sering kali kita mengatakan bahwa “itu adalah rahasia Tuhan” terhadap hal-hal yang belum dapat dijangkau oleh pemikiran kita. Kedengarannya memang “religius”, tetapi secara tidak langsung menunjukkan kemalasan manusia untuk berpikir dan ini sangat bertentanan dengan keberadaan manusia itu sendiri.
            Uraian-uraian di bawah ini, merupakan suatu upaya untuk mencari jembatan penghubung antara kedua hal ini, “Iman tanpa Ilmu Pengetahuan adalah buta dan Ilmu Pengetahuan tanpa Iman adalah Kezaliman”.

b. Rumusan Masalah
A.    Manusia dan Ilmu Pengetahuan
B.     Obyek Material dan Obyek Formal Ilmu Pengetahuan
C.     Kebenaran Ilmu Pengetahuan
D.    Implikasi Obyek Material dan Obyek Formal 
E.     Sifat Ilmu Pengetahuan
F.      Obyek Pengetahuan
G.    Fungsi Ilmu Pengetahuan


PEMBAHASAN

a. Manusia dan Ilmu Pengetahuan
Benarkah bahwa semakin kita bertambah cerdas maka semakin pandai kita menemukan  kebenaran? Apakah manusia yang memiliki penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki, ataukah sebaliknya, makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta?.
Demikianlah beberapa pertanyaan yang diajukan Jujun S Suriasumantri dalam bukunya: Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Pertanyaan ini beliau ajukan dalam mukadimahnya mengenai ilmu dan moral.
Tidak bisa dipungkiri, memang, bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini, maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah.
Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada, sebab, pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan. Oleh sebab itu, agar kita dapat memanfaatkan segenap pengetahuan kita secara maksimal, maka harus kita ketahui jawaban apa saja yang mungkin bisa diberikan oleh suatu pengetahuan tertentu. Atau dengan kata lain, perlu kita ketahui kepada pengetahuan yang mana suatu pertanyaan tertentu harus kita ajukan. Untuk itulah kita perlu mengetahui apa yang menjadi obyek material dan obyek formal suatu ilmu pengetahuan.[1]


b. Obyek Material dan Obyek Formal Ilmu Pengetahuan
“No problem, no science”. Ungkapan Archi J Bahm ini seolah sederhana namun padat akan makna. Dari ungkapan ini kita bisa mengetahui bahwasanya ilmu pengetahuan muncul dari adanya permasalahan tertentu. Ilmu pengetahuan, menurut Bahm, diperoleh dari pemecahan suatu masalah keilmuan. Tidak ada masalah, berarti tidak ada solusi. Tidak ada solusi berarti tidak memperoleh metode yang tepat dalam memecahkan masalah. Ada metode berarti ada sistematika ilmiah[2].
Permasalahan merupakan obyek dari ilmu pengetahuan. Permasalahan apa yang coba dipecahkan atau yang menjadi pokok bahasan, itulah yang disebut obyek. Dalam arti lain, obyek dimaknai sebagai sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan[3].
Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai obyek. Obyek dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: Obyek material dan obyek formal.
Yang disebut obyek material adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian ilmu[4]. Sedangkan menurut Surajiyo dkk. obyek material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan. Obyek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya. Misal: objek material dari sosiologi adalah manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir merupakan obyek material logika.
Istilah obyek material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu:
  1. Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya: penyelidikan tentang atom termasuk bidang fisika; penyelidikan tentang chlorophyl termasuk penelitian bidang botani atau bio-kimia dan sebagainya.
  2. Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Misalnya: anatomi dan fisiologi keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam aspeknya yang dinamis.
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang. Obyek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, obyek materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya: psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya. 

c. Kebenaran Ilmu Pengetahuan
Kebenaran berkedudukan dalam diri si pengenal.  Kebenaran adalah kenyataan adanya ("being") yang menampakkan diri sampai masuk akal.  Maka kebenaran dapat dimengerti sebagai penyamaan akal dengan kenyataan.  Itu terjadi pada taraf inderawi atau pada taraf akal-budi, akan tetapi tidak pernah sampai pada kesamaan yang sempurna.  Ilmu-ilmu empiris mencoba mengejar kesamaan itu dengan aneka cara yang khas ada pada ilmu itu.  Ilmu-ilmu pasti tidak langsung berkecimpung dalam usaha manusia menuju kebenaran tersebut, tetapi ilmu-ilmu pasti dapat memberi sumbangan positif kepada ilmu-ilmu di luar ilmu itu untuk makin dekat kepada kebenaran sejati (apapun itu sesungguhnya).
Thomas Aquinas (seraya mengakui sumbangan para filsuf Yahudi dan Islam yang mendahuluinya) membedakan veritas ontologica (kebenaran ontologis) dari veritas logica (kebenaran logis).  Yang pertama terdapat dalam kenyataan (entah spiritual maupun material) yang masih lepas dari gejala pengetahuan, meskipun ada kemungkinan bahwa akan diketahui atau dikenal.  Yang kedua terikat kepada akal si pengenal.  Yang kedua inilah kebenaran dalam arti sesungguhnya, yaitu penyamaan akal dengan kenyataan.
Adalah Descartes yang menambahkan kriterium bagi kebenaran.  Cara untuk mengenal ada atau tidak adanya kebenaran ialah ada atau tidak adanya idea yang jelas dan terpilah-pilah mengenai sesuatu itu (idea clara et distincta).  Maka Descartes menganjurkan penerapan sikap kesangsian radikal sebagai alat uji bagi kebenaran.[2]

c. Implikasi Obyek Material dan Obyek Formal 
Persoalan-persoalan umum (implikasi dari obyek material dan obyek formal) yang ditemukan dalam bidang ilmu khusus itu antara lain sebagai berikut:
              I.      Sejauh mana batas-batas atau ruang lingkup yang menjadi wewenang masing-masing ilmu khusus itu, dari mana ilomu khusus itu dimulai dan sampai mana harus berhenti.
           II.      Dimanakah sesungguhnya tempat-tempat ilmu khusus dalam realitas yang melingkupinya.
         III.      Metode-metode yang dipakai ilmu tersebut berlakunya sampai dimana.
        IV.      Apakah persoalan kausalitas (hubungan sebab-akibat yang berlaku dalam ilmu ke-alam-an juga berlaku juga bagi ilmu-ilmu sosial maupun humaniora.

d. Sifat Ilmu Pengetahuan
1.      Logis atau masuk akal, yaitu sesuai dengan logika atau aturan berpikir yang ditetapkan dalam cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Definisi, aturan, inferensi induktif, probabilitas, kalkulus, dll. merupakan bentuk logika yang menjadi landasan ilmu pengetahuan. Logika dalam ilmu pengetahuan adalah definitif. Obyektif atau sesuai dengan fakta. Fakta adalah informasi yang diperoleh dari pengamatan atau penalaran fenomena.
2.      Obyektif dalam ilmu pengetahuan berkenaan dengan sikap yang tidak tergantung pada suasana hati, prasangka atau pertimbangan nilai pribadi. Atribut obyektif mengandung arti bahwa kebenaran ditentukan oleh pengujian secara terbuka yang dilakukan dari pengamatan dan penalaran fenomena.
3.      Sistematis yaitu adanya konsistensi dan keteraturan internal. Kedewasaan ilmu pengetahuan dicerminkan oleh adanya keteraturan internal dalam teori, hukum, prinsip dan metodenya. Konsistensi internal dapat berubah dengan adanya penemuan-penemuan baru. Sifat dinamis ini tidak boleh menghasilkan kontradiksi pada azas teori ilmu pengetahuan.
4.      Andal yaitu dapat diuji kembali secara terbuka menurut persyaratan yang ditentukan dengan hasil yang dapat diandalkan. Ilmu pengetahuan bersifat umum, terbuka dan universal.
5.      Dirancang. Ilmu pengetahuan tidak berkembang dengan sendirinya. Ilmu pengetahuan dikembangkan menurut suatu rancangan yang menerapkan metode ilmiah. Rancangan ini akan menentukan mutu keluaran ilmu pengetahuan.
6.      Akumulatif. Ilmu pengetahuan merupakan himpunan fakta, teori, hukum, dll. yang terkumpul sedikit demi sedikit. Apabila ada kaedah yang salah, maka kaedah itu akan diganti dengan kaedah yang benar. Kebenaran ilmu bersifat relatif dan temporal, tidak pernah mutlak dan final, sehingga dengan demikian ilmu pengetahuan bersifat dinamis dan terbuka.


e. Obyek Pengetahuan
Obyek Esensial
Obyek imanen, obyek subyektif, atau obyek esensial (ma’lum bi adz-dzat) adalah obyek yang berhubungan langsung dengan subyek yang mengetahui (‘âlim) dan menyatu dengannya. Obyek ini berada di alam pikiran kita.
Obyek Aksidental
Obyek transitif, obyek obyektif, atau obyek aksidental (malum bi al-aradh) adalah obyek yang tidak berkaitan langsung dengan subyek yang mengetahui dan tidak menyatu dengannya. Obyek ini bersifat mandiri dan independent yang berada di alam eksternal.

Obyek Pengalaman
Dalam essainya tentang “The Prejudice in Favor of the Actual” Meinong menyebutkan bahwa pengetahuan itu adalah suatu kenyataan rangkap (Doppletatsache). Pada dasarnya ini merupakan suatu kritik pada paham empiris tentang pengetahuan. Pemahaman para empiris hendaknya dapat disimpulkan dalam ungkapan John Locke dalam menjawab pertanyaan dari mana pengetahuan itu berasal. Secara tegas John Locke menjawab, “Pengalaman.” Semua pengetahuan kita berdasarkan pengalaman dan dari pengalaman inilah pengetahuan itu berasal.
Ini berarti bahwa objek pengetahuan kita adalah pengalaman itu sendiri dan sejauh dia punya relasi dengan subjek. Pengetahuan itu diperoleh hanya jika subjek berelasi dengan apa yang diteliti. Dia melanjutkan, sebelum mengalami sesuatu, pikiran atau ratio kita seperti tabula rasa atau kertas kosong yang kemudian memperoleh isi dari pengalaman.
Bagi Meinong tindakan pengetahuan tidak melulu menunjuk pada apa yang diketahui. Objek pengatahuan itu tidak hanya merupakan apa yang diketahui tapi juga tindakan mengetahui itu sendiri. Inilah yang merupakan kenyataan rangkap dari ilmu pengetahuan. Jika objek pengetahuan hanya apa yang ingin diketahui, maka keputusan yang diperoleh pasti “kurang benar” dan hanya sebuah pembatasan terhadap seseuatu yang ingin diketahui itu. Alasannya, objek pengetahuan itu tidak mungkin menjelaskan keberadaan secara menyuluruh dan benar dari dirinya sendiri. Keputusan yang benar hanya akan diperoleh ketika subjek mampu melihat tindakan mengetahui sebagai objek pengetahuan itu. Melihat tindakan sebagai objek berarti mengenali secara jelas metodologi yang hendak digunakan. Dan tetap sadar bahwa ada banyak tindakan untuk mengetahui. Sebagai contoh, ada banyak cara untuk menyelidiki apakah madu yang dijual di pasar itu asli atau tidak. Ada yang melakukan dengan meneteskan madu di antara semut, meneteskan madu pada selembar kertas buram, memantikan korek api yang sudah ditetesi dengan madu, dan cara lainnya.[3]

f. Fungsi Ilmu Pengetahuan
Drs R.B.S. FUDYARTANTA, dosen psikologi universitas gajah mada
menyebutkan 4 tujuan ilmu pengetahuan
1)      Fungsi deskriptif: menggambarkan ,melukiskan dan memaparkan suatu
obyek atau masalah sehingga mudah dipelajari
2)      Fungsi pengembangan, menemukan hasil ilmu yang baru
3)      Fungsi prediksi, meramalkan kejadian yang besar kemungkinan terjadi
sehingga dapat dicari tindakan percegahannya
4)      Fungsi Kontrol, mengendalikan peristiwa yang tidak dikehendaki.

KESIMPULAN

Dewasa ini, corak dan ragam ilmu pengetahuan sangatlah banyak. Corak dan ragam yang berbeda-beda ini timbul karena adanya perbedaan cara pandang dalam memahami obyek ilmu pengetahuan.
Obyek ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Inti pembahasan atau pokok persoalan dan sasaran material dalam ilmu pengetahuan sering disebut sebagai obyek material ilmu pengetahuan. Sedangkan cara pandang atau pendekatan-pendekatan terhadap obyek material ilmu pengetahuan biasa disebut sebagai obyek formal.
Dari berbeda-bedanya obyek ilmu pengetahuan ini, timbullah ragam dan corak ilmu pengetahuan. Dengan mengetahui obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan kita dapat mengetahui bidang keilmuan apakah yang dimungkinkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan permasalahan yang kita miliki.     


[1] Archi J Bahm. What is Science?. 1980 (New Mexico: Al-buquerque). Hal: 1

[2] Drs. Surajiyo,. Drs. Sugeng Astanto, M.Si,. Dra. Sri Andiani. Dasar-dasar Logika. 2006. (Jakarta: Bumi Aksara). Hal: 11.

[3] Suparlan Suhartono, Ph.D. Dasar-dasar Filsafat. 2004. (Yogyakarta: Ar-Ruzz). Hal: 97.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

SURABAYA

2009

TRISMA'S 2008

TRISMA'S 2008
Soeve Yoed, Ibnoe Mz

Pengikut

Ibnoe Maesycoery13. Diberdayakan oleh Blogger.